Rahasia-rahasia Gubang Terukir di Ghumah Baghi, Pusaka Puyang
Foto : Dok/pagaralampos.com TRADISIONAL: Gubang dengan mata melengkung masih banyak disimpan sebagai koleksi.--
BACA JUGA:Intip Keseruan Tim Pagaralam Pos Channel 'Hunting' Durian di Lubuk Selo
“Bagian yang tajam pada gubang terbalik. Bukan pada sisi luar,” ujarnya dihubungi terpisah.
Bentuknya yang bengkok lanjut Aryo, membuat tak semua orang bisa menggunakannya sebagai senjata. Meskipun demikian gubang memudahkan penggunanya untuk meraut rotan dan lain-lain. Maka dalam tradisi anyam menganyam fungsi gubang sangatlah penting. “Seperti untuk membuat sarung dan gagang pisau,” tuturnya.
Cerita tentang gubang sendiri kata Aryo diceritakan secara turun-temurun. Intinya gubang disebut sebagai induk senjata tradisional Besemah.
Sementara dalam sejarah perang Besemah, tercatat masyarakat menggunakan pedang, tombak, dan keris. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat menggunakan kuduk.
BACA JUGA:Mau Liburan ke Pagaralam, Ini 7 Villa Dekat Kebun Teh
Aktivis Yayasan Pecinta Sejarah dan Kebudayaan (Pesake) Pagaralam, RA Dewi Saputri juga menyampaikan hal yang senada.
Dewi bilang, gubang umumnya digunakan untuk meraut rotan. Rotan yang sudah diraut kemudian dianyam menjadi kinjagh, bubu, dan bake.“Gubang itu ada dalam sejarah. Di naskah kuno surat ulu Besemah,” kata Dewi kemarin.
Sementara saat perang, Dewi berpandangan sama dengan Aryo. Dewi bilang, saat perang melawan Belanda dulu, masyarakat Besemah menggunakan pedang dan keris. Gubang dalam cerita sejarah, Dewi menambahkan, disebut sebagai pusaka Puyang Tengalaman.
Adapun naskah kuno berupa kaghas yang menceritakan gubang masih disimpan rapih oleh beberapa tokoh masyarakat di Pagaralam. Seperti H Pandim. (Alm) Saman Loar lanjut Dewi, bahkan dulu pernah menyimpan ucap jampi Puyang Tengalaman.
BACA JUGA:Gunung Dempo Pagaralam Pernah 7 Kali Meletus, Tahun Berapakah?
Karena fungsinya yang spesifik itulah Aryo berpendapat, gubang tak sepopuler keris dan pedang. Tapi ia menyatakan, gubang masih dipakai masyarakat Besemah.
Adapun Mady beranggapan, gubang seperti dianak tirikan alias kurang mendapatkan perhatian khusus seperti senjata tradisional khas Besemah.
Mengapa bisa demikian? “Karena mungkin masyarakat kita tak terlalu bergiat untuk mencari kebenaran yang tepat,” katanya.
Ghumah baghi yang dikunjungi Mady Lani itu masih berdiri kokoh hingga kini. Pun dengan ukirannya masih tersemat di sana. Maka, sejarah masih melekat di sana.*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: