'Lampek Empat Merdike Due' Pengadilan Khas Suku Besemah di Sumatera Selatan, Begini Arti dan Isi Aturannya!
rumah asli pagaralam-pidi-pagaralampos.com
Jauh sebelumnya, kata Bastari, masyarakat Besemah sudah mengenal yang namanya pengadilan non formal.
BACA JUGA:Kebiasaan Suku Fore di Papua Nugini Ini Bikin Bergidik! Salahsatunya Makan Daging Manusia!
Disebut demikian jelas dia, karena pengadilan jenis ini belum dilembagakan dan tidak memiliki landasan hukum tertulis.
Pengadilan non formal ini dimulai dari kumpul dusun laman, rapat sumbai, dan lampek empat merdike duwe.
Bastari menjelaskan, kumpul dusun laman merupakan pengadilan untuk menyelesaikan sebuah perkara di sebuah dusun seperti berkelahi, berebut sumber mata air.
Di dalam forum inilah jungku, dan yang berselisih dipanggil. “Kumpul dusun laman dapat dilakukan dengan catatan kalau jeme ribut itu satu dusun,”ucap penulis buku tentang sejarah Besemah ini.
Adapun rapat sumbai merupakan pengadilan non formal bagi yang berselisih berasal dari lain dusun tapi masih dalam satu sumbai.
Sedangkan lampek empat merdike duwe kata Bastari merupakan forum pengadilan non formal tertinggi.
Pengadilan ini biasanya digelar bila sebuah perkara sudah luas dan melibatkan antar sumbai.
Keberadaan pengadilan adat ini pernah diteliti oleh Aryo Arungdinang, seorang Pamong Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pagaralam.
BACA JUGA:Ketika China Bertemu Palembang, Mosaik Keanekaragaman di Nusantara Indonesia, Inilah 4 Suku-Nya
Aryo menyatakan, berdasarkan hasil penelitian, pengadilan adat merupakan sebuah fakta sejarah.
Dia menolak jika pengadilan itu disebut sebagai fiksi. “Memang pernah ada di Besemah,”ujar Aryo, ketika dihubungi Pagaralam Pos.
Menurut Aryo, pengadilan adat, di masa itu sangat ‘ditakuti’ oleh masyarakat. Sebab kata dia, sanksi yang dijatuhkan langsung mengenai subyek dan lingkungannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: