Pemkot PGA

Menguak Sisi Lain Kartini, Mitos dan Fakta yang Mengubah Cara Kita Melihatnya

Menguak Sisi Lain Kartini, Mitos dan Fakta yang Mengubah Cara Kita Melihatnya

--

BACA JUGA:Sejarah Danau Picung: Keindahan Alam yang Menyimpan Cerita dan Peran Penting bagi Masyarakat Sekitar!

Banyak pula yang membayangkan Kartini sebagai seorang tokoh revolusioner yang turun langsung memimpin aksi massa atau gerakan perempuan. 

Fakta sejarah menunjukkan bahwa perjuangan Kartini lebih banyak dituangkan lewat tulisan dan surat-menyurat dengan sahabat-sahabatnya di Belanda. 

Dari surat-surat itulah, terutama yang dikumpulkan dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, dunia mengenal pemikiran-pemikiran visionernya.

Mitos lainnya adalah bahwa Kartini memperjuangkan hak perempuan secara umum di seluruh Nusantara.

BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Danau Lindu: Permata Alam di Tengah Sulawesi Tengah!

Kenyataannya, ruang lingkup perjuangan Kartini lebih berfokus pada perempuan-priyayi Jawa, meski kemudian semangatnya menginspirasi lebih luas.

Salah satu fakta yang jarang diketahui adalah bahwa Kartini sangat dipengaruhi oleh budaya Eropa. 

Ia mengagumi ide-ide liberalisme, feminisme awal, dan humanisme Barat, namun tetap berusaha memadukannya dengan kearifan lokal. 

Ia tidak serta-merta menolak adat Jawa, melainkan mengkritisinya dengan harapan akan ada perbaikan.

BACA JUGA:Tragedi Rawagede, Luka yang Menganga dalam Sejarah

Kartini juga bukanlah perempuan yang berhasil menjalankan program-program pendidikan perempuan secara luas selama hidupnya. 

Ia meninggal di usia muda, 25 tahun, beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya. 

Baru setelah kematiannya, gagasannya tentang pendidikan bagi perempuan diteruskan, salah satunya oleh keluarga Van Deventer, tokoh Politik Etis Belanda, yang mendirikan sekolah-sekolah perempuan bernama Sekolah Kartini.

Selain itu, penting untuk disadari bahwa Kartini bukan satu-satunya perempuan pejuang di masa kolonial. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait