Pemkot PGA

Masih menjadi misteri, sebenarnya apa yang menyebabkan meninggalnya Kartini tidak lama setelah melahirkan?

Masih menjadi misteri, sebenarnya apa yang menyebabkan meninggalnya Kartini tidak lama setelah melahirkan?

RA Kartini-net-

PAGARALAMPOS.COM - Kartini, yang dikenal sebagai tokoh emansipasi, meninggal dunia pada usia 25 tahun, hanya empat hari setelah melahirkan anak pertama dan satu-satunya, Raden Mas Soesalit. Hingga saat ini, penyebab kematiannya masih diperdebatkan.
 
Ia meninggal secara tiba-tiba pada 17 September 1904, dan suaminya, Raden Mas Djojoadiningrat, bahkan tidak menduga bahwa Kartini akan pergi begitu cepat.
 
Dalam pengakuannya, Djojoadiningrat menuliskan, "Dengan halus dan tenang, dia mengembuskan napas terakhirnya dalam pelukanku. Lima menit sebelum itu, pikirannya masih utuh, dan hingga detik terakhir, dia masih sadar. "
 
Ungkapan tersebut dapat ditemukan dalam buku "Kartini: Sebuah Biografi" yang ditulis oleh Sitisoemandari Soerto. Selama proses persalinan, Kartini tidak menghadapi masalah yang berarti; bayinya sehat, begitu pula dirinya. "Kecuali sedikit ketegangan perut, tidak ada yang mengkhawatirkan pada Raden Ayu," kata suaminya.
 
 
Empat hari setelah melahirkan, dokter Ravesteijn kembali memeriksa keadaan Kartini. Beberapa laporan bahkan menyebutkan bahwa Kartini sempat meminum anggur untuk meningkatkan keselamatan dirinya dan bayinya. Namun, 30 menit setelah dokter pergi, Kartini mulai mengeluh sakit perut. Ketika suaminya memanggil dokter kembali, keadaan Kartini sudah semakin memburuk.
 
Muncul berbagai desas-desus tentang penyebab kematiannya, dengan beberapa orang menduga bahwa Kartini mungkin diracun. Namun, hingga kini, dugaan tersebut belum dapat dibuktikan. Akhirnya, pihak keluarga menerima dan mengikhlaskan kepergian pahlawan emansipasi perempuan Indonesia ini, berpendapat bahwa kematiannya adalah konsekuensi dari perjuangannya dalam melahirkan.
 
Para dokter modern berpendapat bahwa Kartini mungkin meninggal akibat preeklamsia. Dikatakan bahwa tekanan darahnya meningkat dan ia mengalami kejang. Preeklamsia, menurut Mayo Clinic, adalah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi serta kerusakan pada sistem organ lainnya, seperti hati dan ginjal. Salah satu tanda khas preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah lebih dari 140/90 mm Hg.
 
Jika tidak segera ditangani, preeklamsia dapat menimbulkan komplikasi serius bagi ibu, termasuk gagal hati atau ginjal, serta masalah kardiovaskular di masa depan. Komplikasi tersebut bahkan bisa berakibat fatal. Gejala preeklamsia yang umum meliputi kenaikan berat badan yang signifikan, pembengkakan pada beberapa bagian tubuh, sakit kepala, penglihatan kabur, intoleransi terhadap cahaya, kelelahan, mual atau muntah, serta nyeri di bagian atas perut.
 
 
Namun demikian, pendapat ini tetap saja tidak dapat dipastikan kebenarannya, karena dokumen dan catatan tentang riwayat kematian Kartini tidak dapat ditemukan. Secara umum, preeklamsia biasanya muncul pada trimester ketiga kehamilan, setelah melewati usia 20 minggu.
 
Ini adalah kondisi yang serius bagi ibu hamil, yang dapat dipicu oleh berbagai faktor, seperti kehamilan ganda, hidramnion (kembar air), hipertensi, atau faktor usia.
 
Meskipun preeklamsia ringan jarang menyebabkan kematian ibu, penting bagi ibu hamil untuk mewaspadai gejala-gejala keracunan kehamilan. Semakin awal tanda-tanda preeklamsia terdeteksi, semakin cepat pula penanganan yang diperlukan.

Lalu, bagaimana sebenarnya tanda-tanda atau gejala yang menunjukkan adanya preeklampsia?
 
1. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah sistolik dapat mencapai 140 mmHg atau lebih (setidaknya mengalami peningkatan 30 mmHg atau lebih dari tekanan normal), sementara tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau lebih (dengan kenaikan 15 mmHg atau lebih dari tekanan biasanya). Pemeriksaan tekanan darah ini harus dilakukan minimal dua kali dengan selang waktu 6 jam, dalam kondisi istirahat.
 
2. Proteinuria
Proteinuria adalah kondisi di mana terdapat protein dalam urine dengan konsentrasi yang melebihi 0,3 g/liter. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam.
 
3. Edema
Edema ditandai dengan pembengkakan pada kaki, jari tangan, atau wajah akibat penumpukan cairan. Selain itu, bisa juga terlihat adanya peningkatan berat badan sekitar 1 kg dalam waktu seminggu yang terjadi beberapa kali.
Untuk mencegah terjadinya preeklampsia, ibu hamil disarankan untuk mengatur pola makan dengan mengonsumsi makanan yang kaya protein, rendah lemak, rendah karbohidrat, dan rendah garam.
 
Dengan langkah ini, kenaikan berat badan dapat dikendalikan, sehingga risiko preeklampsia dapat diminimalkan.
Selain itu, seiring bertambahnya usia kehamilan, ibu hamil juga perlu memastikan mendapatkan istirahat yang cukup. Ini tidak berarti harus selalu berbaring di tempat tidur, tetapi sebaiknya menghindari aktivitas fisik yang berat.
 
Apabila preeklampsia telah terlanjur terjadi, dokter akan mengambil langkah-langkah untuk mencegah terjadinya kondisi yang lebih berat, seperti eklamsia, menyelamatkan janin, dan melahirkan dengan risiko traumatis yang serendah mungkin. Untuk kasus preeklampsia ringan, dokter biasanya menyarankan ibu hamil untuk beristirahat.
 
Dengan beristirahat, kebutuhan akan volume darah yang beredar dapat berkurang, sehingga tekanan darah dapat menurun dan edema dapat berkurang. Namun, pada kasus yang lebih serius, ibu hamil mungkin perlu dirawat di rumah sakit untuk mencegah terjadinya kejang. Dokter akan memberikan obat-obatan serta tindakan yang dianggap perlu.
 
Di luar berbagai desas-desus dan spekulasi, dapat disimpulkan bahwa Kartini adalah sosok ibu yang berjuang keras untuk anaknya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait