Jenderal Belanda Kalah Mental Aceh Tak Terkalahkan Selama 7 Dekade
--
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Gunung Sindoro: Jejak Alam dan Peradaban di Tengah Jawa!
Tak butuh waktu lama, panglima Belanda, Jenderal Köhler, tewas di depan Masjid Raya Baiturrahman.
Di situlah Belanda sadar, ini bukan perang biasa.
Di tengah debu dan darah, muncul sosok-sosok yang hingga kini dikenang sebagai pahlawan Cut Nyak Dhien, Teuku Umar, Panglima Polem, dan sederet nama lain yang mengubah peluru menjadi doa, dan perlawanan menjadi warisan.
Teuku Umar, misalnya, sempat membuat Belanda terkecoh.
BACA JUGA:Menyikapi Sejarah Danau Kaco: Permata Biru dari Kerinci!
Ia berpura-pura menyerah, lalu bergabung dengan tentara kolonialTapi di saat yang tepat, ia kabur membawa senjata dan logistik.
Gerakan tipu-daya itu menjadi legenda. Bahkan musuh pun terpaksa mengakui kecerdasannya.
Cut Nyak Dhien, istri sekaligus pejuang sejati, tak pernah menyerah bahkan saat penglihatannya menghilang Ia tetap memimpin perlawanan, walau dengan tongkat.
Di usianya yang kian senja, ia tetap menjadi momok bagi Belanda Seorang wanita yang semangatnya lebih tajam dari belati.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Danau Dano: Warisan Alam dan Budaya di Nusantara!
Perang Aceh tak pernah benar-benar berakhir. Secara resmi, Belanda menyatakan ‘menang’ pada 1904 setelah menaklukkan pusat-pusat kekuatan utama.
Tapi di pelosok-pelosok, perlawanan masih terus hidup. Sampai awal 1940-an, Belanda masih mencatat insiden-insiden kecil.
Seolah rakyat Aceh menolak tunduk, meski darah sudah hampir kering.
Tujuh dekade lamanya Aceh bukan hanya melawan dengan senjata, tapi juga dengan keyakinan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
