Desa Mandi Angin di Lahat Kehilangan Tradisi Sholat Tarawih Selama Dua Tahun, Ada Apa?

 Desa Mandi Angin di Lahat Kehilangan Tradisi Sholat Tarawih Selama Dua Tahun, Ada Apa?

Desa Mandi Angin di Lahat Kehilangan Tradisi Sholat Tarawih Selama Dua Tahun, Ada Apa?--

BACA JUGA: Kuliner Khas Palembang, Celimpungan dan Laksan, Jadi Primadona Berbuka Puasa di Pagaralam

Sejumlah alasan ia dapatkan, mulai dari banyaknya warga yang berkebun, sehingga jarang pulang ke desa, sudah berkurangnya tokoh agama yang jadi tetua penggerak warga beribadah, hingga tidak adanya anggaran untuk memberi honor untuk marbot menghidupkan kondisi masjid di desa.

"Jika ini terus dibiarkan, anak-anak di desa ini nantinya bisa benar-benar kehilangan ketakwaan. Karena syair-syair Islam sudah tidak menyentuh generasi penerus," ucapnya. 

Nopran berharap, kondisi ini jadi perhatian Pemkab Lahat. Dengan cara memberikan anggaran keagamaan melalui Alokasi Dana Desa (ADD) yang bersumber dari APBD.

Seperti honor bagi marbot, sehingga peribadatan terus menyentuh generasi penerus.

BACA JUGA:Menggali Keistimewaan Bulan Ramadhan, Pj Ketua TP-PKK Kota Pagaralam Dengarkan Ceramah Agama

Jika dari kecil sudah terbiasa beribadah di masjid, ia yakin anak-anak di Kabupaten Lahat akan terbentengi dari hal-hal buruk yang menyesatkan.

"Ini bukan soal pribadi, tapi soal azaz manfaatnya dari suatu kebijakan. Jika Pemkab Lahat bisa menganggarkan honor bagi ratusan Pol PP Desa, seharusnya juga bisa menganggarkan honor bagi marbot dan guru mengaji di setiap desa," sampai anggota DPRD Lahat periode 2024-2029 dari Dapil Kecamatan Gumay Talang ini.

Sementara, Kades Mandi Angin, John Asmuni Beli membenarkan, dua tahun terakhir masjid di desanya kembali tak melaksanakan sholat tarawih berjamaah. Kondisi ini beberapa tahun silam juga pernah terjadi, namun sempat aktif kembali, dan kini terulang lagi.

Hal ini menurutnya dikarenakan, karena tidak ada warga yang berkeinginan sepenuhnya menghidupkan masjid.

BACA JUGA: Pj Walikota Pagar Alam Ajak Dukung Proyek Strategis Nasional untuk Ciptakan Masyarakat Maju dan Sejahtera

"Saya akui, desa kita ini sudah kehilangan tokoh-tokoh agama. Masyarakatnya bisa dibilang unik, tidak bisa dilembuti tidak bisa juga dikerasi. Saya sempat buat beragam program keagamaan, tapi hanya bisa berjalan sebentar. Pernah juga dibuat aturan, tidak berjamaah di masjid didenda Rp 10 ribu, nyatanya warga mala lebih memilih bayar denda," jelasnya. 

John Asmuni Beli menyebut, solusi agar keagamaan di desanya hidup kembali, ialah dengan menempatkan seseorang yang bertugas menggerakkan peribadatan, seperti adanya marbot.

Namun dalam penggunaan ADD, tidak bisa memberikan honor bagi marbot.

BACA JUGA:Baznas Kota Pagar Alam Salurkan Zakat untuk 742 Mustahiq di Bulan Suci Ramadhan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: