Masjid Raya Baiturrahman: Dari Kejayaan Kesultanan hingga Tsunami 2004
Masjid Raya Baiturrahman--
Salah satu peristiwa paling tragis dalam sejarah Masjid Raya Baiturrahman terjadi pada masa penjajahan Belanda.
Pada tahun 1873, dalam upaya untuk menaklukkan Kesultanan Aceh, tentara kolonial Belanda menyerang Banda Aceh dan membakar masjid ini.
BACA JUGA:Mengungkap Sejarah Situs Candi Muaro Jambi: Warisan Budaya dari Kerajaan Melayu dan Sriwijaya
Penghancuran masjid ini menyebabkan kemarahan besar di kalangan masyarakat Aceh, karena masjid tersebut tidak hanya dianggap sebagai pusat spiritual tetapi juga simbol kekuatan dan identitas rakyat Aceh.
Namun, setelah peristiwa ini, Belanda berusaha untuk meredakan amarah rakyat Aceh. Pada tahun 1879, Gubernur Jenderal Belanda saat itu, Van Lansberge, memerintahkan pembangunan kembali Masjid Raya Baiturrahman.
Pembangunan ini dilakukan dengan arsitektur yang berbeda dari bangunan awal. Masjid dibangun dengan gaya arsitektur Mughal yang terinspirasi dari masjid-masjid di India.
Kubah besar dan menara tinggi menjadi ciri khas dari masjid yang dibangun ulang ini. Pada awalnya, masjid ini hanya memiliki satu kubah.
BACA JUGA:Monumen Perjuangan Rakyat Palembang: Mengabadikan Sejarah dan Semangat Juang
Pengembangan Masjid
Seiring berjalannya waktu, Masjid Raya Baiturrahman mengalami beberapa kali perluasan dan renovasi.
Pada tahun 1935, dilakukan renovasi besar dengan penambahan dua kubah, sehingga masjid ini memiliki tiga kubah.
Kemudian, pada tahun 1958, dua kubah lagi ditambahkan, menjadikan jumlah kubah di masjid ini menjadi lima.
Desain kubah yang megah, menara-menara tinggi, serta halaman yang luas menambah keindahan dan keagungan masjid ini.
BACA JUGA:Mengenal Sriwijaya: Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Maritim yang Gemilang
Selain itu, pada tahun 1993, dilakukan renovasi yang lebih modern dengan menambahkan fasilitas untuk kenyamanan jemaah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: