Menguak Sejarah Gedung Harmonie, Warisan Kolonial di Jantung Kota Pasuruan
Menguak Sejarah Gedung Harmonie, Warisan Kolonial di Jantung Kota Pasuruan--
Pejabat tinggi Belanda, para pemilik usaha perkebunan, hingga kaum bangsawan lokal kerap menghadiri acara yang diselenggarakan di sini.
Dokumen-dokumen arsip zaman kolonial menyebutkan bahwa tempat ini menjadi lokasi berlangsungnya pesta megah lengkap dengan musik orkestra dan sajian ala Eropa.
Namun, seperti banyak bangunan eksklusif lain pada masa itu, akses ke gedung ini terbatas hanya bagi golongan tertentu.
Rakyat pribumi, kecuali yang berasal dari kalangan bangsawan atau memiliki jabatan dalam pemerintahan kolonial, umumnya tidak diperkenankan masuk.
Hal ini menunjukkan betapa kaku dan diskriminatifnya tatanan sosial pada zaman tersebut.
Perjalanan Seiring Pergantian Era
Ketika kekuasaan kolonial Belanda mulai melemah di Hindia Timur, penggunaan Gedung Harmonie pun mengalami perubahan.
Selama pendudukan militer Jepang antara tahun 1942 hingga 1945, bangunan ini sempat difungsikan sebagai markas militer.
Pasca kemerdekaan Indonesia, gedung ini pernah digunakan oleh berbagai lembaga pemerintah daerah.
Meski mengalami alih fungsi, bentuk fisik serta ciri khas bangunannya tetap terjaga hingga kini.
Inilah yang membuat banyak sejarawan dan pegiat budaya menyebutnya sebagai salah satu gedung kolonial yang paling terawat di Pasuruan.
Sayangnya, perhatian publik terhadap bangunan ini semakin berkurang dari waktu ke waktu.
Kondisi dan Pelestarian
Memasuki awal tahun 2000-an, kondisi Gedung Harmonie mulai memperlihatkan tanda-tanda kerusakan yang mengkhawatirkan.
Dinding yang mulai retak, kebocoran di bagian atap, serta interior yang lapuk menjadi tantangan serius dalam upaya pelestariannya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
