Pemkot PGA

Gereja Blenduk Semarang: Jejak Arsitektur Kolonial yang Menyimpan Cerita Panjang Kota Lama!

Gereja Blenduk Semarang: Jejak Arsitektur Kolonial yang Menyimpan Cerita Panjang Kota Lama!

Gereja Blenduk Semarang: Jejak Arsitektur Kolonial yang Menyimpan Cerita Panjang Kota Lama!-Foto: net -

PAGARALAMPOS.COM - Di tengah kawasan Kota Lama Semarang yang sarat sejarah, berdiri megah sebuah bangunan berarsitektur klasik yang menjadi simbol keabadian kota ini—Gereja Blenduk.

Secara resmi dikenal sebagai GPIB Immanuel Semarang, bangunan ini lebih populer dengan sebutan “Blenduk” karena kubah bulat besar di puncaknya yang menjadi ciri khas utama.

Keberadaannya bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga saksi bisu perjalanan panjang kehidupan sosial, budaya, dan keagamaan di Semarang sejak masa kolonial Belanda.

Asal-Usul dan Pembangunan Gereja

Gereja Blenduk pertama kali dibangun pada tahun 1753, saat Semarang berkembang sebagai pelabuhan penting di Pulau Jawa.

BACA JUGA:Peluncuran OnePlus Nord CE4 Lite: Teknologi Aquatouch Jadi Andalan Baru

Kehadiran bangsa Belanda di kota ini membawa pengaruh besar, termasuk dalam hal keagamaan. Untuk memenuhi kebutuhan rohani masyarakat Eropa yang tinggal di sana, dibangunlah sebuah gereja sederhana dari kayu di kawasan yang kini dikenal sebagai Kota Lama.

Seiring bertambahnya jumlah jemaat, bangunan kayu tersebut tak lagi memadai. Akhirnya, pada tahun 1894, dilakukan renovasi besar oleh dua arsitek Belanda, H.P.A. de Wilde dan W. Westmaas.

Dari tangan merekalah lahir gereja megah seperti yang bisa kita lihat sekarang—dengan kubah besar dan gaya arsitektur klasik yang elegan.

Arsitektur Klasik yang Ikonik

Gereja Blenduk menonjol dengan desain Neo-Klasik berpadu sentuhan Indische, menciptakan tampilan khas yang sulit dilupakan.

BACA JUGA:Antisipasi Karhutla, Kerahkan Helikopter Warterboombing dan Teknologi Cuaca di Sumsel

Bangunan berbentuk oktagonal ini memiliki kubah besar di bagian tengah yang dilapisi perunggu dan dikelilingi empat menara kecil. Dalam bahasa Jawa, “blenduk” berarti menggembung atau membulat, sesuai bentuk atapnya.

Bagian depan gereja menampilkan empat pilar bergaya Doric yang kokoh, memberikan kesan megah dan berwibawa.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait