Pemkot PGA

Media Sosial dan Krisis Psikologis: Mengupas Pandangan Rani N.A soal Labeling, Self-Diagnose, dan Takut Tertin

Media Sosial dan Krisis Psikologis: Mengupas Pandangan Rani N.A soal Labeling, Self-Diagnose, dan Takut Tertin

Rani N.A: Dampak Media Sosial terhadap Kesehatan Mental melalui Fenomena Self-Diagnose, Labeling, dan FoMO-Foto: net -

Ahmed dan Samuel (2017) menambahkan bahwa kemudahan akses terhadap literatur psikologi dan informasi dari lingkungan sekitar juga memicu fenomena ini.

Oleh karena itu, self-diagnosis masih banyak ditemukan di masyarakat.

BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Batu Menangis: Legenda yang Membatu di Kalimantan!

BACA JUGA:Sejarah Jejak Mistis Batu Gantungengan: Antara Legenda, Fenomena Gaib, dan Warisan Budaya Sulawesi Selatan!

Labelling

Labelling adalah pemberian label atau julukan pada seseorang yang menggambarkan tipe kepribadian atau perilaku tertentu (Al Tridonanto, dalam Hariandika dan Deswalantri, 2022).

Menurut Wahyuni dkk. (2022), labelling adalah penamaan yang mencerminkan ciri perilaku spesifik.

Dalam konteks kesehatan mental, labelling berfungsi sebagai cara untuk mengklasifikasikan gangguan dan menentukan penanganan yang tepat.

Namun, kini masyarakat sering kali memberi label kepada orang lain berdasarkan perilaku yang tampak tanpa supervisi profesional.

Contohnya, pemberian label Narcissistic Personality Disorder (NPD) kepada tokoh publik oleh netizen hanya berdasar spekulasi tanpa diagnosa resmi.

FoMO (Fear of Missing Out)

FoMO adalah kecemasan yang muncul ketika seseorang merasa takut kehilangan momen menyenangkan yang dialami orang lain.

Fenomena ini terlihat pada tren viral di media sosial, seperti boneka Labubu yang dipopulerkan oleh Lisa dari Blackpink, serta produk makanan seperti milk bun dari Thailand, kromboloni, dan cokelat Dubai, yang membuat banyak orang rela antre lama demi mendapatkannya.

Lonjakan pemesanan milk bun sampai menyebabkan Bea Cukai menyita sekitar 2.564 kotak atau 1 ton produk yang kemudian dimusnahkan karena melanggar aturan (Tempo.com, 2024).

Menurut Wahyuningtyas et al. (2025), FoMO menjadi perhatian penting dalam psikologi karena dampaknya yang cukup besar pada kesehatan mental.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait