Bagian dasar candi, Kamadhatu, melambangkan kehidupan duniawi yang penuh nafsu dan keinginan.
BACA JUGA:Rowoon SF9 Bintangi Drama Korea Sejarah Takryu, ini Sinopsisnya
Tingkat tengah, Rupadhatu, melambangkan alam peralihan di mana manusia mulai meninggalkan nafsu duniawi.
Sedangkan bagian puncaknya, Arupadhatu, adalah dunia nirwana yang bebas dari semua nafsu dan bentuk material.
Relief-relief di sepanjang dinding candi mencakup lebih dari 1.400 panel yang menggambarkan ajaran Buddha serta kehidupan sehari-hari masyarakat pada zaman itu.
Salah satu yang terkenal adalah relief Jataka, yang menceritakan kisah-kisah kehidupan Buddha Gautama sebelum mencapai pencerahan.
BACA JUGA:Menguak Sejarah Jembatan Ampera, Simbol Kemegahan Palembang
Fungsi dan Pemugaran
Pada awalnya, Borobudur bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat ziarah bagi umat Buddha.
Para peziarah akan berjalan mengelilingi candi sambil menaiki setiap tingkat, dari Kamadhatu hingga Arupadhatu, sebagai simbolisasi perjalanan spiritual mereka.
Namun, setelah beberapa abad, Borobudur mengalami periode terlupakan.
Ada dugaan bahwa candi ini mulai ditinggalkan saat agama Hindu dan Islam mulai berkembang di Jawa.
BACA JUGA:Menghadapi Kutukan Prabu Brawijaya: Dilema Sejarah Adipati Cepu dan Dampaknya bagi Generasinya
Selain itu, letusan Gunung Merapi dan kondisi alam yang ekstrem juga menyebabkan Borobudur terkubur oleh abu vulkanik dan tertutup oleh hutan.
Baru pada abad ke-19, Borobudur ditemukan kembali oleh Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814. Ia memerintahkan pembersihan dan penggalian di sekitar situs candi yang kala itu tertutup hutan lebat.
Usaha pemugaran lebih serius dilakukan pada abad ke-20, terutama setelah Borobudur diakui sebagai salah satu situs warisan dunia oleh UNESCO pada tahun 1991.