Mungkin juga guru-guru dari kadewaguruan yang diawasi kerajaan inilah yang dipanggil ke istana untuk mengajar.
Selepas era Airlangga di Jawa Timur, berbagai wangsa silih berganti menyelenggarakan kekuasaan melalui perang, pengkhianatan, perebutan, dan berbagai intrik politik.
BACA JUGA:Tradisi Ritual Aneh 5 Suku Indonesia Ini Benar - benar Nyata Lho! Ini Dia Tradisinya
Namun kadewaguruan tetap lestari, bahkan tumbuh subur dan memberi denyut spiritual pada masyarakat arus bawah.
Di masa akhir Majapahit yang diwarnai pergolakan, para penulis di kadewaguruan bahkan mampu menghasilkan karya sastra yang begitu rinci.
Misalnya Pararaton yang bersetting pada era Singosari, ataupun Lontar Calon Arang yang bersetting pada masa Airlangga.
Maka terbukti, kadewaguruan menjadi jaring pengaman terkuat bagi peradaban Jawa Klasik.
Tak heran bila setelah keruntuhan Majapahit pun, sisa-sisa wilayahnya di Jawa Timur masih mampu memberi perlawanan saat dianeksasi Demak mulai tahun 1528 hingga 1543 M.
BACA JUGA:Kok Bisa 3 Ton Logam Mulia Disini? Ternyata Penelitian Gunung Padang Temukan Berbagai Hal Aneh
Hingga pada tahun 1543 M, Gunung Penanggungan, sang kiblat kadewaguruan, berhasil diduduki pasukan Demak.
Para cerdik pandainya pun mengungsi ke Blambangan dan Bali, sehingga kontras dengan situasi di Jawa pada masa itu, Bali memasuki masa keemasan dalam seni dan budaya.
Namun, apakah semua hal itu lantas mengakhiri kiprah kadewaguruan di tanah Jawa?
Tidak! Satu kekuatan indah yang saya kagumi di nusantara ini, adalah akulturasi.
Dengan beralihnya masyarakat Jawa pada keyakinan baru, menurut arkeolog Agus Aris Munandar, konsep kadewaguruan sebagai tempat pendidikan agama kemudian berkembang menjadi pesantren.
BACA JUGA:Jaga kesehatan Anda! 7 Pengawet Makanan Alami dan Sehat
Sejarawan C.C. Berg juga berpendapat bahwa istilah santri berasal dari kata sanskerta Shastri, artinya orang yang mempelajari kitab suci.