Pemkot PGA

Legenda Bromo yang Melegenda: Cerita Suku Tengger dan Ritual Kasada yang Tetap Dilestarikan

Legenda Bromo yang Melegenda: Cerita Suku Tengger dan Ritual Kasada yang Tetap Dilestarikan

Legenda Bromo yang Melegenda: Cerita Suku Tengger dan Ritual Kasada yang Tetap Dilestarikan-Foto: net -

PAGARALAMPOS.COM - Gunung Bromo menjadi salah satu ikon wisata alam paling terkenal di Jawa Timur. Setiap tahunnya, ribuan wisatawan dari berbagai daerah dan luar negeri datang untuk menikmati keindahan lanskapnya.

Gunung ini masih berstatus aktif dan tercatat mengalami letusan berkala sekitar sekali setiap tiga dekade sejak abad ke-20.

Menurut sejumlah catatan serta cerita rakyat yang berkembang, keberadaan Gunung Bromo dipercaya berkaitan dengan letusan besar Gunung Tengger pada masa lampau yang membentuk kawasan kaldera luas yang ada saat ini.

Legenda Bromo, Suku Tengger, dan Tradisi Kasada

Selain pesona alamnya, Bromo juga dikenal karena legenda yang hidup dan melekat kuat pada budaya masyarakat Suku Tengger.

Hingga sekarang, masyarakat Tengger tetap menjaga upacara suci turun-temurun yang disebut Yadnya Kasada atau Kasodo—tradisi persembahan kepada Sang Hyang Widhi dan para leluhur sebagai wujud rasa syukur serta permohonan keselamatan.

BACA JUGA:Sejarah Jembatan Merah: Saksi Perjuangan dan Perubahan Kota Surabaya!

Asal Usul Suku Tengger

Suku Tengger tinggal di wilayah sekitar Bromo, mencakup Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, hingga Malang.

Nama “Tengger” diyakini berasal dari gabungan nama Roro Anteng dan Joko Seger, dua tokoh utama dalam kisah yang dianggap sebagai asal-usul mereka.

Komunitas ini masih memegang teguh ajaran Hindu Dharma, warisan dari masa Majapahit. Cara hidup mereka sederhana, dekat dengan alam, dan dipenuhi praktik adat yang dilestarikan dari generasi ke generasi.

Kisah Legendaris Roro Anteng dan Joko Seger

Legenda Gunung Bromo bermula dari kisah Roro Anteng—keturunan bangsawan Majapahit—yang menikah dengan Joko Seger, seorang pemuda dengan budi pekerti baik. Keduanya memimpin wilayah Tengger namun lama tidak memperoleh keturunan.

Dalam kegelisahan, mereka memohon bantuan para dewa yang bersemayam di Bromo. Doa mereka dikabulkan dengan satu syarat: anak bungsu mereka harus diserahkan sebagai persembahan di kawah gunung.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait