Sejarah Suku Korowai: Kehidupan Rumah Pohon dan Kearifan Leluhur di Pedalaman Papua!
Sejarah Suku Korowai: Kehidupan Rumah Pohon dan Kearifan Leluhur di Pedalaman Papua!-net:foto-
PAGARALAMPOS.COM - Di pedalaman hutan tropis Papua, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan modern, hidup sebuah suku yang unik dan penuh misteri suku Korowai.
Mereka dikenal sebagai masyarakat yang tinggal di rumah pohon tinggi, hidup menyatu dengan alam, dan mempertahankan cara hidup tradisional selama berabad-abad.
Keberadaan suku ini tidak hanya menarik perhatian dunia karena keunikannya, tetapi juga karena kearifan lokal mereka dalam menjaga keseimbangan dengan alam liar di sekitar.
Asal Usul dan Lokasi
BACA JUGA:Sejarah Rumah Adat Suku Sasak: Simbol Kehidupan dan Kearifan Lokal di Tanah Lombok!
Suku Korowai mendiami wilayah selatan Papua, terutama di sekitar Kabupaten Boven Digoel dan Mappi. Mereka hidup di kawasan hutan lebat yang sulit dijangkau, dipenuhi sungai besar dan rawa-rawa.
Menurut penelitian antropologi, Suku Korowai baru diketahui dunia luar sekitar tahun 1970-an oleh peneliti Belanda dan misionaris. Sebelumnya, mereka hidup sepenuhnya terisolasi tanpa kontak dengan masyarakat luar.
Asal usul Suku Korowai tidak tercatat secara tertulis, namun melalui tradisi lisan, mereka percaya bahwa nenek moyang mereka berasal dari roh leluhur yang turun dari langit dan menetap di pepohonan tinggi.
Keyakinan ini menjelaskan mengapa rumah pohon menjadi bagian penting dari kehidupan mereka — simbol perlindungan, kedekatan dengan roh leluhur, serta simbol status sosial dalam komunitas.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Tari Zapin: Perpaduan Budaya Arab dan Melayu yang Menawan!
Rumah Pohon: Simbol Identitas dan Keamanan
Ciri khas paling mencolok dari Suku Korowai adalah rumah pohon mereka yang menjulang tinggi hingga 30 meter dari permukaan tanah. Rumah ini dibangun di atas batang pohon besar dengan struktur kayu dan daun sagu.
Tujuan utamanya bukan hanya untuk tempat tinggal, tetapi juga sebagai perlindungan dari binatang buas dan serangan dari suku lain di masa lalu.
Pembangunan rumah pohon dilakukan secara gotong royong. Laki-laki bertugas menebang pohon dan membuat rangka, sementara perempuan menyiapkan bahan atap dari daun sagu.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
