Pemkot PGA

Tradisi Haji di Gunung Bawakaraeng: Warisan Syekh Yusuf yang Tetap Terjaga

Tradisi Haji di Gunung Bawakaraeng: Warisan Syekh Yusuf yang Tetap Terjaga

Menyusuri Jejak Syekh Yusuf: Asal Usul Tradisi Haji di Gunung Bawakaraeng yang Masih Hidup hingga Kini-Foto: Net-

PAGARALAMPOS.COM  - Perjalanan spiritual sering kali menyisakan jejak yang mendalam dalam kehidupan masyarakat, bahkan melahirkan tradisi yang unik dan penuh makna. Salah satu kisah yang menarik datang dari Sulawesi Selatan, tepatnya di Gunung Bawakaraeng, tempat berlangsungnya ritual sakral yang dikenal sebagai "Haji Bawakaraeng."

Tradisi ini dipercaya memiliki kaitan erat dengan perjalanan tokoh sufi ternama, Syekh Yusuf, yang dikenal luas di kawasan Gowa-Tallo.

Meski tidak tercatat dalam ajaran resmi Islam, praktik ini tetap dijalankan secara turun-temurun, terutama menjelang Hari Raya Idul Adha. Ribuan orang dari berbagai penjuru Sulawesi Selatan berkumpul di gunung dengan ketinggian 2.883 meter di atas permukaan laut itu, untuk melakukan ritual yang diyakini sebagai bentuk pengganti ibadah haji.

Asal Usul dan Kepercayaan Masyarakat

Menurut berbagai kisah turun-temurun, sebagian masyarakat percaya bahwa Gunung Bawakaraeng adalah tempat di mana Syekh Yusuf pernah bertemu dengan para Walisongo.

BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Bukit Zaitun: Titik Suci dalam Lintasan Waktu!

BACA JUGA:Sejarah Rumah Adat Maluku Utara: Sasadu, Simbol Persatuan dan Kearifan Lokal Masyarakat Sahu!

Keyakinan ini memunculkan interpretasi bahwa pendakian ke Bawakaraeng bisa dianggap sebagai pelaksanaan ibadah haji, terutama bagi mereka yang menerima semacam wangsit atau ilham spiritual.

Beberapa versi cerita menyebutkan bahwa cukup dengan mendaki ke puncak gunung, melaksanakan salat Idul Adha, dan berkurban di sana, seseorang dianggap telah memenuhi kewajiban haji secara spiritual.

Pandangan ini bercampur dengan kepercayaan lokal, terutama yang berasal dari tradisi Patuntung, menjadikannya sebagai salah satu bentuk sinkretisme keagamaan yang bertahan hingga kini.

Pelaksanaan Ritual dan Tujuan Spiritual

Setiap tahunnya, para peserta membawa aneka sesaji seperti ketan, ayam, telur, hingga kambing untuk ritual selamatan.

Mereka mendaki bersama keluarga atau rombongan, dengan harapan memohon keselamatan, rezeki, dan berbagai doa lainnya.

Di puncak, mereka melakukan sembahyang dan kurban, menjadikan gunung ini sebagai tempat pertemuan antara alam dan keyakinan spiritual.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait