Tradisi Haji di Gunung Bawakaraeng: Warisan Syekh Yusuf yang Tetap Terjaga
Menyusuri Jejak Syekh Yusuf: Asal Usul Tradisi Haji di Gunung Bawakaraeng yang Masih Hidup hingga Kini-Foto: Net-
BACA JUGA:Sejarah Rumah Adat Kalimantan Selatan: Mengenal Arsitektur dan Nilai Budaya Rumah Baanjung!
BACA JUGA:Sejarah Suku Zulu: Perjalanan Sebuah Bangsa Pejuang dari Afrika Selatan!
Tumpukan batu-batu besar di sekitar puncak dipercaya sebagai situs pemakaman kuno, dan sangat dihormati oleh warga setempat.
Tradisi ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat dari Kabupaten Gowa, tetapi juga diikuti oleh komunitas dari berbagai daerah, termasuk dari wilayah Sulawesi Barat.
Makna Filosofis di Balik Nama Bawakaraeng
Nama "Bawakaraeng" berasal dari bahasa Makassar. Kata "bawa" berarti "mulut", sementara "karaeng" mengacu pada raja, dewa, atau yang agung.
Secara keseluruhan, nama ini dimaknai sebagai "Mulut Tuhan" atau "Mulut Raja". Dalam keyakinan masyarakat lokal, Gunung Bawakaraeng dianggap sebagai tempat di mana kehendak atau sabda ilahi bisa tersampaikan kepada manusia.
Keyakinan ini juga sejalan dengan anggapan bahwa tanah di sekitar gunung sangat subur dan menjadi sumber kehidupan bagi warga sekitar, baik pada musim hujan maupun kemarau.
BACA JUGA:Jejak Budaya Maluku di Museum Siwalima: Dari Koleksi Sejarah hingga Kearifan Lokal
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Suku Bajo: Pengembara Laut dari Masa ke Masa!
Gunung Bawakaraeng dari Perspektif Geologi
Gunung Bawakaraeng merupakan salah satu gunung tertinggi di Sulawesi Selatan dan terletak di wilayah Tinggimoncong, Kabupaten Gowa.
Meski kini tidak aktif sebagai gunung berapi, kawahnya masih tampak jelas dan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendaki dan peneliti.
Menurut ahli geologi Universitas Hasanuddin, Prof. Asri Jaya, Bawakaraeng terbentuk dari batuan vulkanik, yakni hasil pendinginan magma di permukaan bumi yang terjadi sekitar dua juta tahun silam.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
