Rebutan Cengkeh, Meletuskan Perang Inilah Kisah Berdarah Ternate dan Tidore
--
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Candi Kimpulan: Warisan Tersembunyi di Tengah Kampus!
Konflik demi konflik berkobar, tidak hanya di medan perang, tapi juga dalam istana dan pasar.
Sultan Babullah dari Ternate menjadi simbol perlawanan lokal terhadap dominasi Portugis.
Setelah ayahnya dibunuh dan istana dijarah, Babullah bangkit dengan strategi brilian.
Ia berhasil mengusir Portugis dari Ternate pada tahun 1575, menjadikan kesultanannya bebas dari pengaruh asing untuk sementara waktu.
BACA JUGA:Menggali Sejarah Benteng Pendem Ambarawa, Penjaga Perbatasan Indonesia yang Kuat
Di sisi lain, Tidore tak tinggal diam. Mereka memperkuat hubungan dengan Spanyol dan kemudian Belanda, mencoba menyeimbangkan kekuatan regional yang makin tak menentu.
Kesultanan ini dikenal cerdas dalam berdiplomasi, menukar rempah dengan perlindungan dan pengaruh.
Meski akhirnya keduanya takluk di bawah kekuasaan kolonial Belanda pada abad ke-17, jejak kejayaan Ternate dan Tidore tak pernah benar-benar hilang.
Mereka adalah simbol dari kejayaan lokal yang pernah menyaingi kekuatan global.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Candi Kedulan: Menyingkap Jejak Masa Lalu di Lereng Merapi!
Bangunan-bangunan tua, benteng peninggalan Eropa, dan tradisi istana yang masih hidup hingga kini menjadi saksi bisu masa lalu yang membara.
Hari ini, rempah tak lagi menjadi komoditas utama, tapi Ternate dan Tidore tetap harum namanya. Di balik aroma cengkeh yang masih melayang di udara Maluku, tersimpan cerita tentang perlawanan, diplomasi, dan keberanian dua kerajaan kembar yang berani menantang dunia.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
