Rebutan Cengkeh, Meletuskan Perang Inilah Kisah Berdarah Ternate dan Tidore
--
PAGARALAMPOS.COM - Di antara ombak biru Laut Maluku dan harum cengkeh yang menguar dari pepohonan, berdirilah dua kekuatan besar di Nusantara bagian timur Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore.
Kedua kerajaan ini bukan hanya simbol kejayaan lokal, melainkan juga aktor utama dalam panggung sejarah global, ketika Eropa berlayar jauh mencari harta karun tropis yang disebut rempah-rempah.
Cengkeh dan pala, dua komoditas yang pernah lebih berharga dari emas, tumbuh subur di Kepulauan Maluku.
Di sinilah letak kekayaan sejati Ternate dan Tidore, Dalam abad ke-15 hingga ke-17, kedua kesultanan menguasai perdagangan rempah yang menjadi incaran dunia. Namun, kemakmuran ini juga membawa malapetaka kedatangan bangsa-bangsa Eropa yang haus akan kendali.
BACA JUGA:Sejarah Tugu Proklamasi: Menelusuri Jejak Fisik Kemerdekaan Bangsa Indonesia di Pegangsaan Timur!
Ternate dan Tidore awalnya adalah saudara dalam budaya dan keturunan, namun kekayaan rempah menciptakan jurang persaingan yang tajam.
Ternate, yang lebih agresif dan ekspansif, sering terlibat konflik terbuka dengan Tidore yang cenderung diplomatis.
Perseteruan ini menjadi celah bagi bangsa asing untuk masuk dan memperkeruh keadaan.
Bangsa Portugis adalah yang pertama menginjakkan kaki di Maluku pada awal abad ke-16.
BACA JUGA:Menguak Sejarah Tugu Khatulistiwa: Penanda Garis Imajiner yang Mendunia!
Mereka menjalin aliansi dengan Ternate dan mendirikan benteng, menawarkan perlindungan sebagai imbalan atas monopoli perdagangan cengkeh.
Namun, kolonialisasi halus ini berubah menjadi dominasi yang mencengkeram.
Sebagai tandingan, Tidore membuka pelabuhannya bagi bangsa Spanyol, rival utama Portugis.
Maka dimulailah babak baru perang tak hanya antara dua kesultanan, tetapi juga antara dua imperium Eropa yang bertarung melalui tangan para raja lokal.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
