Menelusuri Jejak Sejarah dan Tradisi Desa Pengotan: Dari Pengungsian hingga Pusat Kebudayaan

Menelusuri Jejak Sejarah dan Tradisi Desa Pengotan: Dari Pengungsian hingga Pusat Kebudayaan

Menelusuri Jejak Sejarah dan Tradisi Desa Pengotan: Dari Pengungsian hingga Pusat Kebudayaan-Foto: net-

PAGARALAMPOS.COM - Desa Pengotan, terletak di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali, dikenal dengan kekayaan sejarah dan tradisi budayanya.

Desa ini berada di bagian utara Kecamatan Bangli, berbatasan langsung dengan Kecamatan Kintamani yang terkenal dengan keindahan Gunung Batur.

Meskipun letaknya yang cukup terpencil, Desa Pengotan memelihara kekayaan budaya yang hingga kini masih terjaga, salah satunya adalah tradisi pernikahan massal yang dikenal dengan sebutan "nganten bareng."

Sejarah Desa Pengotan tidak didokumentasikan secara rinci dalam catatan sejarah, melainkan lebih banyak disampaikan melalui cerita turun-temurun dan peninggalan yang ada.

Dikisahkan bahwa nenek moyang masyarakat Desa Pengotan pernah tinggal di Desa Pemuteran, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem.

Mereka mengungsi ke wilayah Bangli pada masa kerajaan setelah Desa Pemuteran mengalami kekacauan akibat serangan pasukan Raja Panji Sakti dari Buleleng.

Serangan tersebut disertai dengan bunyi gong sakral yang dikenal sebagai Gong Bebende, menyebabkan ketegangan dan penjarahan yang memaksa penduduk Pemuteran untuk mencari tempat yang lebih aman.

Di tempat pengungsian mereka di Bangli, masyarakat mulai menetap dan membangun kehidupan baru.

Mereka mendirikan tempat-tempat suci seperti Pura Puseh di Banjar Pule dan Pura Dalem di Banjar Kawan, serta sebuah pemakaman yang disebut Setra Pemuteran.

Perkembangan populasi menunjukkan bahwa mereka mulai merasa nyaman dan stabil di tempat baru mereka.

Namun, situasi kembali tegang ketika seorang pengungsi mengambil kelapa milik Raja Bangli tanpa izin, yang menyebabkan kemarahan sang raja.

Raja memutuskan untuk memindahkan mereka ke daerah hutan di utara Bangli, namun para pengungsi tetap membawa benda-benda sakral warisan leluhur mereka seperti Ida Bhatara Sakti Pingit, Tetabuhan Pinara Pitu, dan genta.

Raja Bangli kemudian memberikan nama "Pengotan" kepada daerah baru tersebut, yang diambil dari pengamatannya terhadap tumpukan tanaman lateng yang busuk akibat dimakan ulat, yang dalam bahasa Bali disebut ‘oot’.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: