Krisis Industri Tekstil Indonesia, Akibat dari Kebijakan Impor yang Longgar

Krisis Industri Tekstil Indonesia, Akibat dari Kebijakan Impor yang Longgar

Krisis Industri Tekstil Indonesia, Akibat dari Kebijakan Impor yang Longgar--

PAGARALAMPOS.COM - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia saat ini tengah mengalami krisis yang mendalam, dengan banyak perusahaan gulung tikar dan ribuan pekerja terkena dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Masalah ini tidak hanya terbatas pada faktor internal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan impor yang baru-baru ini dilonggarkan oleh Kementerian Perdagangan.

Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, krisis ini dipicu oleh pelonggaran aturan impor yang terjadi melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).

Permendag tersebut memungkinkan lebih banyak impor TPT masuk ke Indonesia tanpa pertimbangan teknis yang memadai, yang sebelumnya dikenal sebagai pertek.

BACA JUGA:KPK Gagal Menangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri

Gelombang PHK Massal

Sejak pemberlakuan kebijakan tersebut, Danang mencatat bahwa sekitar 13.800 pekerja industri tekstil telah terkena PHK.

Meskipun angka ini masih perlu diverifikasi lebih lanjut untuk akurasi yang lebih besar, fenomena PHK massal ini telah terjadi dan menjadi bukti nyata dampak dari pelonggaran impor yang diberlakukan.

Menurut Danang, impor TPT ke Indonesia telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Puncaknya terjadi pada tahun 2023 di mana impor barang-barang tekstil, baik yang legal maupun ilegal, mencapai jumlah yang sangat signifikan.

BACA JUGA:Indonesia Buka Peluang Unik, Warga Sipil Bergabung dalam Misi Perdamaian ke Gaza, Begini Kata Panglima TNI!

Barang-barang impor ini kemudian membanjiri pasar domestik Indonesia, dijual dengan harga yang seringkali lebih rendah dibandingkan dengan produk dalam negeri.

Dampak Pasar Domestik yang Jenuh

Pasar domestik Indonesia tidak mampu menyerap semua barang impor yang masuk dengan cepat.

Faktor ini diperparah oleh daya beli masyarakat yang masih relatif rendah, sehingga produk-produk impor menumpuk di pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: