Kok Bisa Naik Haji di Puncak Gunung? Mengungkap Fakta Unik Tapi Bikin Geleng-geleng di Gunung Bawakaraeng!
Kok Bisa Naik Haji di Puncak Gunung? Mengungkap Fakta Unik Tapi Bikin Geleng-geleng di Gunung Bawakaraeng!--net
BACA JUGA:Bersejarah Dan Melegenda, Inilah Kisah Pintu Gerbang Majapahit Yang Tertinggal Di Pati jawa Tengah!
Pandangan ini juga dianggap sakral karena mencampuradukkan kepercayaan lama, khususnya agama Patuntung.
Namun, banyak yang percaya bahwa tradisi ini sudah ada sejak zaman lampau, dimulai ketika seseorang mendapat wangsit dari mimpi untuk mendaki puncak Bawakaraeng sebagai ganti haji.
Kisah lain menyebutkan bahwa hanya dengan mendaki Gunung Bawakaraeng, seseorang dianggap sudah menunaikan ibadah haji, dan mereka melanjutkan dengan salat Id dan berkurban di puncak gunung tersebut.
Ini adalah bentuk pandangan kepercayaan lama dan ritual mistik yang masih terus berlanjut hingga hari ini.
BACA JUGA:Gimana Rasanya Begituan dengan Ibu Sendiri? Mengungkap Tradisi Suku Polahi yang Masih Berlanjut!
Di sekitar puncak gunung, ada tumpukan batuan besar yang dipercayai sebagai tempat pemakaman kuno oleh penduduk setempat, dan mereka sangat menghormati keberadaannya.
Ritual-ritual khusus di Gunung Bawakaraeng dilakukan untuk menjaga tradisi leluhur mereka hidup.
Tradisi Haji Bawakaraeng tidak hanya terbatas pada Kabupaten Gowa, tetapi juga melibatkan kelompok masyarakat dari berbagai daerah, termasuk Sulawesi Barat.
Mereka datang ke gunung ini dengan harapan meminta keselamatan, rezeki, dan berbagai permintaan khusus kepada Tuhan. Di puncak gunung, mereka melakukan sembahyang dan berkurban, mengikuti tradisi yang telah berlangsung puluhan tahun.
BACA JUGA:Rekomendasi 6 Rambut Pendek Wanita Ala Bintang Korea, Kepoin yuk!
Dengan latar belakang alam yang indah dan tradisi yang unik, Gunung Bawakaraeng menjadi tempat yang penuh makna bagi banyak orang dalam menjalani perjalanan spiritual mereka.
Arti Nama Gunung Bawakaraeng
Nama "Bawakaraeng" sendiri memiliki makna yang dalam. Secara harfiah, nama ini berarti "Mulut Tuhan" atau "Mulut Raja."
Kata "Raja" di sini merujuk pada penguasa manusia, sesuai dengan kepercayaan orang Makassar kuno yang berbentuk dinamisme, yakni keberadaan Batara sebagai penentu alur kehidupan manusia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: