PAGARALAMPOS.COM - Musim panen kopi di Kota Pagaralam, yang ditandai dengan lonjakan harga kopi hingga mencapai Rp.70.000 per kilogram, seharusnya menjadi berita baik bagi para petani.
Namun, di balik keceriaan ini, terdapat tantangan serius yang dihadapi oleh para petani kopi, yaitu kesulitan dalam mencari tenaga harian lepas untuk memanen dan memetik biji kopi yang siap panen.
Mantofani, salah seorang petani kopi yang memiliki kebun di Dusun Semidang Alas, Kelurahan Jokoh, Kecamatan Dempo Tengah, mengungkapkan bahwa meskipun harga kopi sedang tinggi dan potensi panen masih besar, ia menghadapi kendala besar dalam merekrut pekerja.
"Saat ini, kebun saya sudah memasuki panen kedua musim ini. Namun, proses panen kedua ini belum selesai karena sulitnya mendapatkan tenaga pekerja yang tersedia," ujarnya.
BACA JUGA:Dibintangi Kim Min Hee, Berikut sinopsis Film Romansa Very Ordinary Couple
Salah satu faktor utama yang menyulitkan para petani adalah kesibukan masyarakat sekitar dalam mengurus kebun mereka sendiri.
Banyak dari mereka yang tidak dapat mengambil cuti untuk bergabung dalam panen kopi di kebun orang lain karena khawatir dengan potensi pencurian hasil panen mereka sendiri.
"Teman-teman yang biasanya membantu saya masih sibuk dengan urusan kebun mereka sendiri. Mereka tidak bisa meninggalkan kebunnya terlalu lama karena takut ada yang mencuri," tambah Pak Manto.
Upaya untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja ini tidaklah mudah.
BACA JUGA:Perkenalkan Budaya dan Potensi Daerah Pagaralam Melalui Puncak Perayaan HUT Kota
Para petani di Dusun Semidang Alas dan sekitarnya telah meningkatkan tarif upah harian untuk pekerja panen kopi dari sekitar Rp50 ribu menjadi Rp65 ribu bahkan Rp70 ribu.
Meskipun demikian, masih sulit untuk menarik tenaga kerja yang memadai dari luar wilayah mereka sendiri.
"Kami berharap bahwa harga kopi yang tinggi saat ini dapat memberikan kesejahteraan bagi para petani kopi. Namun, tantangan utama kami tetap di ketersediaan tenaga kerja yang memadai," jelasnya dengan harapan.