Doni Prasetyo pegiat sejarah dan Pengelola Data Penetapan Warisan Budaya di Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek menyebut, eksplorasi emas dan mineral di Sumatra telah dieksplorasi sejak masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya.
BACA JUGA:Jembatan Kota Intan. Sejarah dan Asal Usul Jembatan Tertua di Indonesia Peninggalan Compeni Belanda
Perkembangannya berlanjut pada masa Kesultanan Aceh pada abad ke-17.
Pada masa sejarah ini, pertambangan emas di Sumatra menjadi perebutan ketika VOC, kongsi dagang Belanda, datang, seperti yang terjadi pada eksplorasi emas dan perak di Salido, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat.
"Melalui perjanjian Painan pada 1662, VOC mengambil alih tambang emas tersebut sekaligus menjadikannya kompleks tambang emas pertama di Hindia Belanda dan salah satu yang tertua di Asia Tenggara," tulis Doni dalam buletin Cagar Budaya.
Memasuki era industrialisasi dan kolonialisme Hindia Belanda menancap tegak di Sumatra, pertambangan emas menjadi industri yang digandrungi sejak abad ke-19.
BACA JUGA:Uniknya Pajak dalam Sejarah Manusia, dari Urine hingga Janggut
BACA JUGA:Penemuan Zaman Kuno Sekarang Masih Kita Gunakan, Ternyata Sejarahnya Seperti Ini
Area pertambangan emas tersebar luas di penjuru Sumatra, dari Aceh sampai Lampung.
Doni mencatat, tambang emas di Lebong, Bengkulu, pernah merajai industri emas di Asia Tenggara pada paruh pertama abad ke-20.
Tambang emas ini diinisiasi oleh Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong dan Mijnbouw Maatschappij Simau.
Kebutuhan industrialisasi yang cepat dan medan Sumatra yang dipenuhi pegunungan membuat Pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api lokal. Kereta api ini tidak hanya membawa hasil emas dan perak, namun juga hasil tambang lainnya.
Sumatra begitu kaya akan timah, batu bara, bauksit, dan minyak, untuk memenuhi kebutuhan industri Belanda.