PAGARALAMPOS.COM – Dalam versi dari Suku Serawai (Semidang Alas Bengkulu Selatan), Si Pahit Lidah berasal dari jazirah Arab, yang mendapat tugas dari Batara Majapahit untuk menjadi Duta Majapahit di Negeri Bengkulu.
Di Bengkulu untuk mempermudah tugasnya, Si Pahit Lidah kemudian menikah dengan puteri Raja Serawai.
Sementara dalam versi Suku Gumay Besemah, Si Pahit Lidah bernama Pangeran Sukemilung, anak dari Ratu Radje Mude (Ratu Kebuyutan) penguasa terakhir Bukit Siguntang.
Dalam versi ini Si Pahit Lidah diceritakan keturunan ke-9 dari Diwe Gumai.
BACA JUGA:Responsif dan Inovatif Layani Aduan Masyarakat, Propam Polri Diganjar Penghargaan Presisi Award
Kisah Diwe Gumai di Bukit Siguntang ini, mirip dengan kisah Legenda Palembang, yang berkisah tentang Raja Sulan (Diwe Gumai), yang berputera Raja Mufti (Ratu Iskandar Alam) dan Raja Alim (Ratu Selibar Alam).
Dimana kemudian anak keturunan Raja Alim (Ratu Selibar Alam) hijrah ke pedalaman membangun Kerajaan Pagar Ruyung.
Dari kedua versi di atas, bisa diambil jalan tengah Si Pahit Lidah sejatinya putera asli Sumatera, yang kemudian belajar di jazirah Arab, sepulang belajar ia mengabdi di Kerajaan Majapahit.
Dan dikarenakan kedekatan kultural, Si Pahit Lidah diangkat menjadi Duta Majapahit untuk Negeri Bengkulu.
BACA JUGA:Istana Megah Ribuan Tahun, di Temukan di Tengah Hutan, Lamongan, Jawa Timur, Kerajaan Apakah Itu?
Sosok Si Pahit Lidah yang belajar di Jazirah Arab, memberi petunjuk sesungguhnya Si Pahit Lidah adalah seorang ulama penyebar dakwah Islam.
Ia dijuluki Si Pahit Lidah, mungkin dikarenakan cara dakwahnya yang tegas, tidak segan-segan mengungkapkan satu ayat (kebenaran) meskipun dirasa pahit oleh pendengarnya.
Cara dakwah Si Pahit Lidah ini ternyata mendapat tentangan dari saudara iparnya sendiri yang bernama Si Mata Empat (Aria Tebing).
Suatu masa, keduanya berdebat panjang berkenaan dalil dari satu persoalan.