Mengenal 'Nyande', Gadai Ala Suku Besemah Saat Terdesak Kebutuhan

Selasa 23-05-2023,00:15 WIB
Reporter : Pidi
Editor : Bodok

BACA JUGA:Sarekat Islam Tanah Besemah Kikis Agama Pengakuan, Ganti Dengan Syariat

Dengan demikian, sesudah surat tersebut diteken, maka sudah resmilah proses nyande dan nateng tersebut.

Nateng Saseh, Nateng Kuase, Nateng Terbang

PEMERHATI Budaya Besemah Asmadi menyebutkan, ada dua jenis nateng yakni nateng saseh dan nateng kuase. Nateng saseh, dijelaskannya, orang yang nyande (gadai) menyetorkan saseh (bunga) kepada yang nateng (penerima gadai).

“Nateng saseh biasanya berlaku bila, penggadai masih ingin mengelola objek yang digadaikannya,”ucap Mady Lani-pangilan akrab Asmadi- dihubungi Pagaralam Pos kemarin.

Lebih lanjut Mady mencontohkan, seorang yang menggadaikan sawah dengan luas 10 kubik. Kepada yang nateng sawah, penggadai menyatakan masih ingin mengelola sawah tersebut.

BACA JUGA:Penyebaran Ajaran Islam di Pagar Alam Lewat 'Tadut', Perintah Sholat Dalam Syair Asli Suku Besemah

Pendek kata, biarpun tergadai, pemiliknya masih ingin mengelola sawah itu. Yang nateng pun menyanggupi dengan syarat penggadai wajib membayar saseh dengan ketentuan waktu tertentu.

“Besaran saseh tergantung luas lahan tergadai. Kalau sawah 10 kubik, maka besar sasehnya sekira 100 Kg,”sebut Mady.

Lain halnya dengan nateng kuase. Orang yang nateng kata Mady, berkuasa penuh dengan objek yang digadaikan kepadanya.

Inilah sebabnya, orang yang nyande bebas dari kewajiban membayar saseh.

BACA JUGA:Ternyata Suku Besemah Sudah Memiliki Pengadilan Adat, Begini Isi Aturannya!

“Baik nateng kuase maupun nateng saseh, sama-sama sering dilakukan masyarakat,” tambahnya.

Meskipun sudah jadi semacam kebiasaan, Mady mengingatkan masyarakat tetap hati-hati ketika menerima tawaran sande dari orang.

Jangan sampai imbaunya, masyarakat menerima sande terbang. “Objek yang digadai itu fiktif, tidak ada wujudnya. Ini disebut dengan sande terbang,”terang Mady.

Emas dan Wanita Mendominasi

Kategori :