Misal, dicontohkannya, untuk kebutuhan biaya pendidikan anak dan keperluan lain yang membutuhkan biaya sangat tinggi.
“Untuk biaya kuliah kan tidak sedikit. Banyak jeme kite yang akhirnya nyande barang berharga miliknya,”imbuhnya.
Apa saja yang biasanya menjadi objek sande? Kata Satar secara umum ada empat. Yakni, kebun, sawah, tebat dan rumah. Itu jelas dia, dikarenekan 4 objek tersebut memiliki nilai yang tinggi.
Nateng
Lebih lanjut Satar menjelaskan, orang yang nyande (gadai) biasanya akan mencari orang yang bisa untuk penawarannya.
BACA JUGA:'Ngulangi Rasan dan Nueghi Rasan', Tradisi Melamar Suku Besemah Yang Tetap Bertahan
Jika sepakat, maka orang yang menerima objek sandean itu disebut dengan 'nateng'.
Nah lanjut Satar, orang yang nateng biasanya punya hak penuh untuk mengelola objek yang tesande (tegadai) kepada dirinya.
“Misal si A nyande kebun kepada B dengan. Maka si B disebut dengan nateng. Si B bisa mengelola sekaligus mengambil hasil kebun tersebut sampai dengan si A tadi bisa menebus kembali pinjamannya,”urainya.
Sedangkan untuk besaran pinjaman, imbuh Satar tergantung dengan kesepakatan antara yang nyande dengan nateng.
BACA JUGA:Budaya Menjaga Batasan 'Singkuh-Sundi', Cara Suku Besemah Menghindari Perzinahan
“Pinjaman bisa dengan menggunakan mata uang atau emas. Jumlahnya (pinjaman) tergantung kesepakatan,”katanya.
Dilengkapi Surat Perjanjian
Bagaimana sebenarnya mekanisme sande? Satar mengatakan harus memenuhi berbagai persyaratan. Diantaranya kata dia, kesepakatan antara orang yang nyade dengan nateng.
Kemudian lanjut dia, kesepakatan itu dituangkan surat perjanjian.
“Surat itu ditandatangani kedua belah (nyande dan nateng), saksi minimal dua orang, dan dibubuhi materai,”terangnya.