Pemkot PGA

Sejarah Museum Multatuli: Jejak Perlawanan Multatuli terhadap Penindasan Kolonial di Lebak!

Sejarah Museum Multatuli: Jejak Perlawanan Multatuli terhadap Penindasan Kolonial di Lebak!

Sejarah Museum Multatuli: Jejak Perlawanan Multatuli terhadap Penindasan Kolonial di Lebak!-net: foto-

PAGARALAMPOS.COM - Museum Multatuli adalah salah satu museum yang menarik perhatian publik karena mengangkat tema perjuangan, kolonialisme, dan kemanusiaan.

Terletak di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, museum ini berdiri untuk mengenang kisah Eduard Douwes Dekker atau yang dikenal dengan nama pena Multatuli, penulis novel legendaris Max Havelaar.

Novel tersebut membuka mata dunia terhadap penindasan rakyat pribumi oleh pemerintah kolonial Belanda dan pejabat lokal saat itu.

Latar Belakang Sejarah

BACA JUGA:Sejarah Berdirinya Museum Affandi di Yogyakarta dan Warisan Seni yang Ditinggalkan!

Kisah berdirinya Museum Multatuli tidak bisa dilepaskan dari masa tugas Eduard Douwes Dekker sebagai Asisten Residen Lebak pada tahun 1856.

Saat itu, ia menyaksikan langsung penderitaan rakyat akibat praktik kerja paksa, pungutan liar, serta penyalahgunaan kekuasaan oleh para pejabat lokal.

Multatuli merasa prihatin dan mencoba membela rakyat, namun usahanya tidak didukung pemerintah kolonial. Ia kemudian mengundurkan diri dan menuliskan pengalaman tersebut dalam novel Max Havelaar pada tahun 1860.

Novel ini mengguncang Belanda dan Eropa karena keberaniannya mengkritik kebijakan kolonial.

BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Museum Sonobudoyo: Penjaga Warisan Budaya Jawa di Yogyakarta!

Dampaknya begitu besar hingga menjadi inspirasi lahirnya Politik Etis di Hindia Belanda, yaitu kebijakan balas budi melalui pendidikan, irigasi, dan emigrasi.

Pendirian Museum

Museum Multatuli resmi dibuka pada 11 Februari 2018 oleh Bupati Lebak saat itu, Iti Octavia Jayabaya. Tanggal tersebut dipilih untuk memperingati hari lahir Eduard Douwes Dekker.

Lokasinya berada di bekas gedung kantor pemerintahan kolonial atau Kewedanan Lebak, yang kemudian dipugar menjadi museum modern tanpa menghilangkan nuansa sejarahnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait