Menelusuri Jejak Sejarah Suku Mongondow: Warisan Budaya dari Tanah Bolaang!

Keberadaan benteng juga memperkuat dominasi Belanda di Bangka Selatan, menjaga stabilitas wilayah dari ancaman perompak dan kemungkinan serangan dari kekuatan asing lain, seperti Inggris yang kala itu juga aktif di kawasan Asia Tenggara.

Arsitektur dan Desain

Dibangun dengan material batu kapur, bata merah, dan campuran semen tradisional, Benteng Toboali memiliki desain yang mencerminkan gaya militer Eropa pada masa itu.

BACA JUGA:Sejarah Rumah Adat Baloy: Warisan Budaya Suku Tidung di Kalimantan Utara!

Struktur bangunan berbentuk persegi dengan menara pengawas di beberapa sudut. Dindingnya tebal dan kokoh, dirancang agar tahan terhadap serangan meriam maupun gangguan dari luar.

Meskipun kini sebagian besar bagian benteng telah runtuh atau tertutup oleh vegetasi, sisa-sisa pondasi dan temboknya masih bisa ditemukan di kawasan Toboali Lama, tidak jauh dari bibir pantai.

Beberapa meriam tua juga sempat ditemukan di sekitar lokasi, memperkuat dugaan bahwa tempat ini dulunya benar-benar difungsikan sebagai basis pertahanan utama.

Benteng dan Dinamika Sosial Masyarakat

Benteng Toboali tidak hanya menjadi tempat bagi militer kolonial, tetapi juga memberi pengaruh besar terhadap dinamika sosial masyarakat setempat.

BACA JUGA:Harmoni dengan Alam: Kearifan Lokal Suku Ammatoa dalam Menjaga Warisan Leluhur

Keberadaan pasukan Belanda dan sistem kerja tambang yang diterapkan di sekitarnya menciptakan stratifikasi sosial baru, di mana masyarakat lokal kerap diposisikan sebagai pekerja rendahan.

Namun, di balik tekanan kolonial, semangat perlawanan juga tumbuh di kalangan penduduk.

Beberapa cerita lisan menyebut adanya aksi protes dan pembangkangan yang dilakukan oleh pekerja tambang maupun tokoh masyarakat terhadap ketidakadilan yang terjadi.

Masa Merdeka dan Kemunduran

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, fungsi militer dari Benteng Toboali berakhir. Lokasinya perlahan ditinggalkan dan tak lagi difungsikan secara resmi.

Sumber: