Pemkot PGA

Sejarah Tugu Romusha Bayah: Jejak Kelam Pekerja Paksa di Ujung Selatan Banten!

Sejarah Tugu Romusha Bayah: Jejak Kelam Pekerja Paksa di Ujung Selatan Banten!

Sejarah Tugu Romusha Bayah: Jejak Kelam Pekerja Paksa di Ujung Selatan Banten!-net:foto-

PAGARALAMPOS.COM - Di pesisir selatan Banten, tepatnya di Bayah, Kabupaten Lebak, berdiri sebuah monumen yang tampak sederhana namun sarat makna sejarah.

Tugu ini dikenal sebagai Tugu Romusha Bayah, sebuah simbol bisu yang menyimpan kisah tragis ribuan nyawa yang hilang dalam masa penjajahan Jepang.

Monumen ini tidak hanya menjadi penanda lokasi, melainkan juga pengingat akan kekejaman sistem kerja paksa yang diterapkan di Indonesia pada masa Perang Dunia II.

Awal Mula Romusha di Bayah

BACA JUGA:Afrika Selatan Terbelah Sistem Apartheid yang Menindas Jutaan Orang

Namun dalam konteks sejarah Indonesia, romusha merujuk pada sistem kerja paksa yang diberlakukan oleh tentara Jepang selama pendudukan mereka di Nusantara, antara tahun 1942 hingga 1945.

Pemerintah Jepang, melalui propaganda dan tekanan, merekrut jutaan rakyat Indonesia untuk dijadikan tenaga kerja di berbagai proyek infrastruktur, seperti rel kereta api, jembatan, hingga pangkalan militer.

Jalur ini dirancang untuk mengangkut batu bara dari tambang di Bayah ke daerah lain yang dianggap strategis oleh militer Jepang.

Proyek ini dimulai sekitar tahun 1942 dan selesai pada tahun 1944, namun dengan harga yang sangat mahal: ribuan romusha tewas karena kelelahan, penyakit, kelaparan, dan perlakuan kejam dari tentara Jepang.

BACA JUGA:Mengungkap Batu-Batu Bernada dari Lembah Sulawesi, Misteri Peradaban yang Hilang Tak Terungkap

Bayah: Kuburan Massal Tak Bernama

Bayah yang dahulu hanyalah kawasan kecil di pinggir laut, berubah drastis ketika Jepang menemukan potensi besar batu bara di sana.

Ratusan ribu romusha dari berbagai penjuru Pulau Jawa—terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur—didatangkan ke Bayah. Mereka bekerja tanpa upah, tanpa perlindungan, dan tanpa kepastian hidup.

Kondisi kerja yang ekstrem, kurangnya makanan, serta pengawasan yang brutal menyebabkan angka kematian yang sangat tinggi.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait