Desa Wologai: Warisan Budaya Suku Lio yang Tetap Lestari di Tengah Modernisasi
Desa Wologai: Warisan Budaya Suku Lio yang Tetap Lestari di Tengah Modernisasi-Foto: net -
Desain ini melambangkan hubungan vertikal antara manusia, alam, dan leluhur. Di dalam rumah terdapat ruang khusus untuk pemujaan leluhur yang dikenal dengan nama keda.
Desa ini dibangun mengelilingi sebuah halaman utama bernama nua, yang menjadi pusat aktivitas adat. Di tengah nua terdapat batu-batu megalitik yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya roh nenek moyang.
Berbagai upacara adat, seperti ritual panen, penyambutan tamu, dan permohonan hujan, dilakukan di tempat ini.
Mosalaki: Pemimpin Adat Penjaga Keseimbangan
Dalam kehidupan masyarakat Wologai, mosalaki memegang peranan penting sebagai pemimpin spiritual, penjaga hukum adat, dan penengah dalam penyelesaian masalah.
BACA JUGA:Menyikapi Sejarah Tugu Thomas Parr: Jejak Kolonial di Tanah Bengkulu!
BACA JUGA:Memahami Sejarah Suku Mentawai: Warisan Leluhur dari Pulau Terpencil!
Keputusan-keputusan besar seperti pembagian lahan, pembangunan rumah, dan pernikahan harus mendapat persetujuan dari mosalaki.
Sistem kepemimpinan adat ini masih berjalan hingga kini, sebagai bukti kuatnya nilai kebersamaan dan penghormatan terhadap aturan adat yang berlaku.
Tradisi yang Terjaga Meski Terpaan Modernisasi
Meski pengaruh globalisasi mulai masuk, Desa Wologai tetap memelihara tradisi-tradisinya. Salah satu yang masih lestari adalah Etu, sebuah ritual adu tinju tradisional yang dilakukan sebagai ungkapan syukur dan penyucian desa.
Etu bukan sekadar pertandingan fisik, melainkan juga simbol kebersamaan dan kehormatan bagi para pemuda desa.
Selain itu, masyarakat juga menjaga cara bertani tradisional yang ramah lingkungan dengan menanam padi, jagung, dan umbi-umbian tanpa menggunakan alat modern atau bahan kimia, sebagai bentuk harmoni dengan alam.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Tugu Poci: Simbol Budaya dan Identitas di Tanah Melayu!
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
