Sosok Sebenarnya Buddha, Sang Pencerah Ajaran Kehidupan Duniawi
BACA JUGA:Menjelajahi Perayaan Wisak Diberbagai Negara, di Indonesia Ada Perjalanan Spritual Bhiksu
Akar Sejarah Buddha
Seperti dilansir dari The Collector, Siddhartha Gautama hidup antara abad ke-6 dan ke-4 SM di wilayah Lumbini, yang kini berada di Nepal. Ia adalah putra seorang pemimpin klan, dari suku Shakya, dan keluarganya termasuk kasta prajurit.
Menurut manuskrip kuno, saat lahir Siddhartha Gautama diramalkan akan menjadi pemimpin besar dan oleh karena itu, ia dibesarkan terlindung dari semua penderitaan dunia.
Namun pada masa dewasanya, ia menyaksikan realita penderitaan. Meninggalkan istananya, ia bertemu dengan seorang lelaki tua yang bungkuk karena usia, orang sakit, mayat, dan seorang pertapa.
Pertemuan ini dikenal sebagai "Empat Pemandangan yang Mengubah Hidup", dan masing-masing melambangkan usia tua, penyakit, kematian, dan praktik welas asih terhadap penderitaan tersebut.
BACA JUGA:Candi Tikus Di Mojokerto Merupakan Peninggalan Zaman Hindhu Budha, Simak Faktanya Disini!
Setelahnya, ia meninggalkan pakaian kebangsawanannya dan memutuskan untuk memulai pencariannya menuju pencerahan.
Selama masa meditasi dan pertapaannya, ia menemukan bahwa meninggalkan kesenangan dan menjalani kehidupan yang penuh penyiksaan diri tidak membawa kepuasan yang ia cari. Oleh karena itu, ia mengusulkan untuk menemukan Jalan Tengah.
Pencerahan Buddha terjadi di bawah pohon ara, tempat ia duduk bermeditasi. Pohon itu kemudian disebut Bodhi dan spesies pohon aranya adalah ficus religiosa.
Selama waktu tersebut, Mara, sang penghalang, mencoba menghalangi Buddha dengan menunjukkan kesenangan dan penderitaan, tetapi Buddha tetap teguh dan bermeditasi pada subjek penderitaan dan keinginan.
Pencerahan pun datang dan ia memahami bahwa reinkarnasi dipicu oleh keinginan, dan keinginan inilah yang memaksa manusia untuk mengulangi siklus kematian dan penderitaan.
Untuk terbebas darinya berarti telah mencapai Nirvana, yaitu keadaan pembebasan. Ia menyadari Empat Kebenaran Mulia dan mulai mengajar kepada semakin banyak murid.
Ajaran Buddha lebih banyak berfokus pada tindakan nyata daripada teori, karena ia berpikir bahwa orang yang tidak memiliki pengalaman langsung tentang pencerahan akan mendistorsi ajaran tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: