Bea Cukai Tagih Ratusan Juta Alat Belajar SLB, Apakah Tindakan Mereka Tepat?
Bea Cukai Tagih Ratusan Juta Alat Belajar SLB, Apakah Tindakan Mereka Tepat?--
PAGARALAMPOS.COM - Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan tengah menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir.
Kontroversi terbaru yang melibatkan DJBC adalah terkait kasus hibah alat bantu belajar untuk Sekolah Luar Biasa (SLB)-A Pembina Tingkat Nasional yang ditagih ratusan juta rupiah.
Kasus ini mengundang beragam tanggapan dari masyarakat, dengan sebagian mengkritik dan sebagian lainnya mempertanyakan kebijakan Bea Cukai dalam menangani kasus semacam ini.
Menurut Pakar Pajak Prianto Budi Saptono, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, tindakan Bea Cukai sebenarnya adalah bagian dari pelaksanaan undang-undang kepabeanan yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2006.
BACA JUGA:KPK Ungkap Kesalahan Dokter dalam Surat Keterangan Sakit Bupati Sidoarjo
Dalam penjelasannya kepada detikcom, Prianto menyatakan bahwa Bea Cukai menjalankan tugas sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Undang-undang tersebut mengacu pada UU No. 10/1995 yang kemudian direvisi dengan UU No. 17/2026.
Intinya, setiap impor barang harus dikenakan pajak berupa bea masuk (BM) sesuai dengan ketentuan yang telah diatur.
Proses impor ini melibatkan pemberitahuan kepada Bea Cukai mengenai barang yang diimpor melalui dokumen seperti Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atau dokumen serupa.
BACA JUGA:5 Strategi Atasi Pinjaman Secara Bijak. Anti Tekor!
Selanjutnya, Bea Cukai akan melakukan pemeriksaan, pengecekan, dan penghitungan BM berdasarkan nilai CIF (Cost, Insurance, & Freight) dikalikan dengan tarif BM yang diatur dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).
Dalam konteks kasus hibah alat bantu untuk SLB dan kasus pembelian sepatu impor dengan bea masuk yang tinggi, Prianto menegaskan bahwa aturan BM telah diterapkan sejak lama dan tidak terlepas dari kasus-kasus tersebut.
Bahkan, hibah alat bantu yang diimpor dari luar daerah pabean juga dianggap sebagai impor dan wajib dikenai bea masuk oleh penerima hibah sebagai importir.
Selain itu, Prianto juga menyoroti adanya sanksi bagi pihak yang tidak sesuai dengan data yang dilaporkan, seperti dalam kasus pembelian sepatu impor dengan nilai bea masuk yang jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: