Aksara Besemah, Makna di Balik Istilah yang Berbeda dalam salahsatu Bahasa Suku di Sumsel

Aksara Besemah, Makna di Balik Istilah yang Berbeda dalam salahsatu Bahasa Suku di Sumsel

Aji Saka Teryata Sosok Raja Pertama yang Ciptakan Aksara Jawa -foto: Net-

PAGARALAMPOS.COM - Salahsatu Bahasa di Suku Sumsel atau Sumatera Selatan yakni  Bahasa Besemah, meskipun telah memiliki penamaan resmi, masih kerap disebut dengan aksara ulu. 

Meskipun terdapat perbedaan istilah, namun para tokoh dan pemerhati Budaya Besemah menegaskan bahwa aksara Besemah dan aksara ulu sebenarnya merujuk pada hal yang sama.

RA Dewi Saputri, Ketua Yayasan Pesake Cabang Pagar Alam, dalam sebuah wawancara mengungkapkan bahwa aksara ulu dan aksara Besemah sebenarnya memiliki makna yang serupa.

Meski aksara ulu lebih populer, terutama dalam Kitab Simbur Cahye karya Ratu Sinuhun Palembang, namun Dewi Saputri menegaskan bahwa perdebatan seputar nama sebenarnya tidak perlu diperpanjang.

BACA JUGA:Jejak Sejarah yang Tak Terlupakan, Yuk Simak Kehidupan 5 Suku Asli Sumatera Selatan!

BACA JUGA:Perjalanan Suku Sikumbang, Dari Sejarah Kuno hingga Warisan Budaya yang Diwariskan

"Walaupun dinamakan aksara ulu atau aksara Besemah, yang terpenting adalah pemahaman dan pembelajarannya," ucap Dewi Saputri.

Dalam pandangan Mady Lani, seorang pemerhati Budaya Besemah, dinamakan aksara ulu karena berasal dari daerah uluan (hulu).

Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa esensinya adalah aksara ulu sebenarnya adalah aksara Besemah.

Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan nama hanya sekadar perbedaan istilah yang tidak mengubah esensi dari aksara itu sendiri.

BACA JUGA:Antara Harapan dan Pengorbanan: Begini Kisah Tribhuwana Tunggadewi dan Gajah Mada dalam Sejarah Nusantara!

BACA JUGA:5 Fakta Unik Tentang Sejarah Kota Pagar Alam, Salah Satunya Miliki Geografis Alam Yang Mempesona!

Ketua Yayasan Pesake Palembang, Ahmad Bastari Suan, menambahkan bahwa selain disebut aksara ulu, aksara Besemah juga memiliki sebutan lain yaitu surat ghincung.

Penamaan ini merujuk pada gaya penulisan aksara Besemah yang merencong.

Dr Sutiono Mahdi dan RA Dewi Saputri, dalam buku mereka yang berjudul "Aksara Bese Besemah", menjelaskan bahwa istilah surat ghincung digunakan untuk menghindari stigma negatif terkait istilah ulu, yang dianggap dapat membuatnya terkesan 'kampungan'.

Aksara Besemah tidak hanya menjadi bagian dari warisan budaya, namun juga telah diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Pagar Alam, salah satunya dalam penulisan nama jalan.

BACA JUGA:Misteri dan Kehebatan Ken Arok: Pendekar Legendaris dalam Sejarah Nusantara!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: