Sejarah tak Terlupakan, Perjalanan Hidup Kolonel Barlian, Dari Militer hingga Politik, Jeme Kite.

Sejarah tak Terlupakan, Perjalanan Hidup Kolonel Barlian, Dari Militer hingga Politik, Jeme Kite.

Mengenang Jasa Pahlawan -ilustrasi-Blog Sukawu

PAGARALAMPOS.COM - Kolonel Barlian adalah salah satu pahlawan Indonesia yang berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan.
 
Lahir di Sumatera Selatan, ia mengejar pendidikan militer di bawah pendudukan Jepang dan aktif dalam pasukan kemerdekaan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
 
Meskipun menghadapi berbagai peristiwa bersejarah, seperti PRRI, Barlian tetap setia pada prinsipnya.
 
Setelah pensiun dari militer, ia terlibat dalam politik. Tragisnya, hidupnya berakhir dalam kecelakaan pesawat. Namanya tetap dikenang dalam berbagai bentuk penghormatan di Sumatera Selatan.
 
 
Indonesia adalah sebuah negara yang terletak di Asia Tenggara. Negara ini merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
 
Indonesia, terdiri dari lebih dari 17.000 pulau, dengan lima pulau utama yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan (Borneo), Sulawesi, dan Papua.
 
Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste di sebelah utara, serta Australia di sebelah selatan.
 
Indonesia bukan diberi hadiah kemerdekaanya, tapi melaluia perjuangam salah satu pejuangnya datang dari Sumatera selata asli jeme kite Tanjung Sakti Lahat.
 
 
Kolonel Barlian merupakan salah satu tokoh bersejarah yang mengemban peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
 
Sosok satu ini memegang tanggung jawab sebagai Panglima Sriwijaya.

Lahir pada tanggal 23 Juli 1922 di Tanjung Sakti Lahat, Sumatera Selatan, ia memiliki latar belakang keluarga yang terpandang.
 
Ddengan orang tua bernama Haji Senapi dan Pangeran Kawas sebagai saudaranya.

BACA JUGA:Ibu Gak Bisa Nolak Begituan dengan Anak Sendiri, Suku Polahi Masih Menjalankan Tradisi Unik Itu/
 
Pendidikan awal Kolonel Barlian dimulai di Sekolah HIS, kemudian ia melanjutkan pendidikannya di MULO.

Pada saat Jepang menduduki Indonesia selama Perang Dunia II, Barlian bergabung dengan satuan militer yang dibentuk oleh Jepang yang dipimpin oleh orang-orang pribumi.

Hal ini terjadi karena situasi perang Pasifik semakin gawat.

Pada tahun 1943, Barlian mendaftar di Gyugun atau sekolah militer Jepang di Kota Pagaralam, Sumatera Selatan.

BACA JUGA:Mengungkap Rahasia Mistis di Balik Tutupnya Taman Wonderia Semarang, Tempat Wisata Kini Jadi Spot Uji Nyali
 
Ia menjalani pendidikan militer dan berhasil memperoleh pangkat letnan dua serta menjadi komandan seksi mortir.

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945, Kolonel Barlian bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bengkulu.

Kemudian, saat BKR berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan selanjutnya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), Barlian tetap aktif dalam lingkungan militer.

BACA JUGA:Tradisi Suku Polahi Terus Berlanjut, Pernikahan Sedarah Masih Dipertahankan
 
Ia bahkan sempat menempuh pendidikan di Sekolah Staf dan Komando di Bandung.

Selama peristiwa PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) yang terjadi pada awal tahun 1950-an, Barlian memiliki sikap netral terhadap pemerintah pusat dan PRRI.

Meskipun diminta oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein untuk menjadi pemimpin dewan gerakan Garuda di Palembang.
 
Barlian tidak mendukung pemutusan hubungan terbuka dengan pemerintah pusat di Jakarta.

BACA JUGA:Dominasi 7 Model Rambut Pendek Wanita Paling Ngetrend 2023
 
Meski demikian, Barlian menolak untuk ikut serta dalam PRRI meskipun atasannya, Jenderal Nasution, memerintahkannya.

Kolonel Barlian terus berkarier dalam militer setelah periode tersebut.

Ia menjadi Kepala Staf Kodam 4 Sriwijaya pada tahun 1956 dan kemudian naik pangkat menjadi panglima Kodam 4 Sriwijaya.

Namun, pada akhir tahun 1958, ia memilih untuk pensiun dini dengan pangkat Kolonel.

BACA JUGA:Tak Banyak yang Tau, 4 Ban Motor Ini Ternyata Jadi yang terawet dan Tahan Lama!
 
Setelah pensiun dari dunia militer, Barlian terlibat dalam dunia politik.

Ia menjadi anggota DPR pada tahun 1959 hingga 1966 dan kemudian menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari tahun 1966 hingga 1973.

Namun, perjalanan hidup Kolonel Barlian harus berakhir tragis.

Pada tanggal 24 September 1975, ia bersama istrinya, Suwela, meninggal dalam kecelakaan pesawat Garuda Indonesia F-28 dalam perjalanan dari Jakarta ke Palembang.

BACA JUGA:Gimana Rasanya Begituan Sama Ibu Kandung Sendiri, Tradisi Suku Polahi Ini Sungguh Tak Wajar
 
Untuk menghormati jasa-jasanya, nama Kolonel Barlian diabadikan sebagai nama salah satu jalan di Palembang, Sumatera Selatan.

Nama gedung Kodam II Sriwijaya juga mengambil namanya sebagai penghormatan atas perjuangan yang telah dilakukan.

Perjalanan hidupnya, dari masa perjuangan kemerdekaan hingga karier militer dan politik.
 
Merupakan bukti nyata dari dedikasi dan panutan bagi para prajurit serta generasi muda Indonesia khususnya Sumatera selatan.
 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: