Cerita Dibalik Janur Kuning, ‘Cahaya Surga’ Dari Pulau Seberang

Cerita Dibalik Janur Kuning, ‘Cahaya Surga’ Dari Pulau Seberang

merangkai janur kuning-pidi-pagaralampos.com

Ia memperkirakan, tradisi ini masuk Besemah sekitar tahun 1970-an. “Tahun 1960-an belum masuk,”katanya, dihubungi secara terpisah. Bastari menambahkan, pemasangan janur sebagai tradisi yang meniru dari daerah luar Besemah.

 BACA JUGA:Melihat Sejarah Kehidupan Zaman Megalit di Pagar Alam, Kompleks Ibadah, Pemukiman Hingga Pekuburan

Bambu yang ujungnya dipasangi janur di samping mulut gang itu masih ada meskipun pesta pernikahan itu sudah selesai.

Terpapar air hujan dan sinar matahari selama berhari-hari membuat warna janur sedikit berubah dari kuning keemasan menjadi kecokelat-cokelatan.


Janur Api Sampai Janur Kertas 

SELAIN untuk pesta perkawinan, janur kata Mady, juga acap digunakan untuk pertanda adanya musibah meninggal dunia. Biasanya menurutnya, orang yang meninggal masih gadis maupun bujang.

“Janur ini dinamakan sebagai janur api,”ucapnya. Janur sebangsa ini lanjutnya, dipasang di muka kompleks pekuburan. Inilah sebabnya ia meminta, janur api tidak digunakan sembarangan. 

Dewasa ini, diakui Mady, janur api sudah jarang digunakan. Janur hanya digunakan saat pesta perkawinan semata. Bahkan hari-hari ini, bahan pembuatan janur sudah berubah dari daun kelapa yang masih muda menjadi kertas.

Meskipun bentuk janur dari daun kelapa dan kertas mirip-mirip, namun Mady tak mau menyamakannya. “Kalau janur dari kertas, saya tidak bisa katakan itu memiliki makna cahaya surga,”sebutnya.

BACA JUGA:Gunung Lesung Bali: Keindahan Alam dan Petualangan Mendaki yang Menarik 

Penggunaan janur yang terbuat dari bahan kertas memang sudah marak di Pagaralam. Sama seperti janur daun kelapa, janur kertas juga dipasangi di ujung bambu untuk kemudian dipasang di depan mulut gang. Warna janur kertas ini dominan merah, bukanlagi kuning keemasan.

Toh, dua-duanya sama-sama menandakan bahwa di sana ada sebuah pesta pernikahan.*

Merangkai di Malam Hari

MERANGKAI daun kelapa yang masih muda menjadi janur, diakui Mady, bukan perkara mudah. Katanya, merangkai daun kelapa hingga selesai menjadi janur dibutuhkan ketelitian tingkat tinggi.

Juga pengalaman serta konsetransi. “Umumnya yang membuat janur ini adalah para bujangan,”tuturnya.

BACA JUGA:Jangan Sampai Lupa, Inilah Persiapan Penting untuk Petualangan di Alam Bebas

Waktu yang dipilih untuk membuat janur, lanjutnya, biasanya adalah malam hari, beberapa hari jelang hari pesta pernikahan dimulai. Yang membuatnya bisa satu atau dua orang yang telah berpengalaman.

Sebelum pesta dimulai, janur sudah kelar dan tinggal dipasang di lokasi yang telah ditentukan.
 
Memang, diakui Mady lagi, membuat janur memang terlihat mengasyikkan. Namun dia mewanti-wanti, jangan sampai terlalu asyik sehingga lupa dengan kegiatan lain. T

oh merangkai janur bisa melatih kesabaran dan keuletan seseorang serta fokus. “Karena membuat dan merangkai janur itu perlu hati-hati, supaya bentuknya tak salah,”ucapnya.

BACA JUGA:Kota Seribu Air Terjun Itu Bernama Pagar Alam Dari Pintu Langit Sampai Mangkok


Kembar Mayang 

Di Jawa, sepasang hiasan kombinasi janur, buah-buahan, serta bunga-bungaan dipajang di tepi pelaminan pada upacara perkawinan, yang disebut kembar mayang (mayang sepasang).

Ini merupakan simbol penyatuan dua individu dalam wadah rumah tangga. Hiasan serupa juga ditemukan dalam upacara-upacara di Bali.

Bagian-bagian yang terdapat pada kembar mayang  diantaranya tatakan, awak, dan mahkota. Sementara warna keputihan pada janur diharapkan menjadi doa agar cinta dan kasih sayang di antara mempelai selalu muda dan bersemi laksana sebuah janur.

Salah satu teknik yang dipakai untuk melengkapi bentuk kembar mayang adalah menggunakan teknik gembung. Ini merupakan teknik baru dengan bentuk lebih besar di bagian bawah, makin ke atas makin mengecil. Gembung ini sebagai simbolisasi yang memiliki makna penyembahan terhadap Sang Pencipta. (net/berbagai sumber)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: