Melihat Sejarah Kehidupan Zaman Megalit di Pagar Alam, Kompleks Ibadah, Pemukiman Hingga Pekuburan

Melihat Sejarah Kehidupan Zaman Megalit di Pagar Alam, Kompleks Ibadah, Pemukiman Hingga Pekuburan

temuan megalit di Pagar Alam dekat Gunung Dempo-pidi-pagaralampos.com

PAGAR ALAM, PAGARALAMPOS.COM - Kehidupan di zaman megalit sudah begitu tertata. Hasil telaah terhadap pelbagai tinggalan dari zaman batu menunjukkan buktinya.

Susunan lempeng batu di perkebunan terong di Dusun Tanjung Aro Kelurahan Kuripan Babas Kecamatan Pagar Alam Utara mengusik perhatian arkeolog dari Balai Arkeologi (Balar) Palembang. Lempeng batu pun digali.

Akhirnya, lempengan batu ini pun dipastikan adalah sebuah bilik batu karena membentuk susunan atap, dinding serta lantai. 

“Lantainya baru ditemukan hari ini (kemarin) di kedalaman 120 cm,”ucap Refdinal, Pamong Budaya dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pagaralam, ketika dijumpai Pagaralampos.com beberapa waktu lalu.

BACA JUGA:Tradisi 'Belanju dan Beghantagh', Cara Masyarakat Besemah Mengingat Asal dan Pererat Silaturahmi Saat Lebaran

Dari awal penggalian sampai sekarang, Refdinal memang setia mendampingi para arkelog. Ketika  ditemui kemarin, Refdinal tengah beristirahat makan siang bersama sejumlah pekerja di sebuah pondok, tepat di depan lokasi penggalian.

Kristantina Indriastuti, seorang arkeolog dari Balar Palembang belum bisa memastikan umur bilik batu tersebut. Katanya, untuk dapat memperkirakan umur sebuah megalit, mesti melalui uji karbon terlebih dahulu.

Namun dia yakin, sebagaimana megalit di Pagar Alam pada umumnya, bilik batu itu berasal dari ke-10. “Kegunannya sebagai tempat pemujaan,” ucap Kristantina, mengenai fungsi bilik batu bagi masyarakat zaman dulu.

Biasanya, Kristantina menambahkan, dalam bilik batu akan dijumpai pelbagai hal yang berkaitan dengan pemujaan seperti arca dan manik-manik. Ia mencontohkan bilik batu di Tegur Wangi yang baru digali pada 2017 lalu. Di dalam bilik batu ini disebutkannya, tim menemukan ada relung yang didalamnya terdapat arca berbentuk kadal. 

BACA JUGA:Penyebaran Ajaran Islam di Pagar Alam Lewat 'Tadut', Perintah Sholat Dalam Syair Asli Suku Besemah

Aryo Arungdinang, yang juga Pamong Budaya di Disdikbud Kota Pagaralam sepakat dengan pendapat Kristina. Aryo menyatakan, bilik batu pada umumnya digunakan sebagai tempat pemujaan.

“Semacam kompleks ibadah,”katanya. Hal ini diakui Aryo, menandakan bahwa di masa itu, masyarakat sudah mengenal kepercayaan. 

Namun  Refdinal belum terlalu yakin dengan teori pemujaan. Ia memberikan teori, bahwa bilik batu bisa saja digunakan untuk keperluan lain selain pemujaan. Misalkan saja untuk menyimpan abu para tetua yang dihormati di masa lalu. Inilah sebabnya, katanya, bilik batu kerap disebut sebagai kubur batu. “Masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain,”ujarnya.

 Mendekati Air

Sebagaimana era sekarang, masyarakat di zaman megalit juga memiliki kompleks pemukiman. Lokasinya menurut Aryo, biasanya berada di dekat aliran sungai. “Pemukiman masyarakat di masa lalu, selalu mendekati mata air,” ujar Aryo.

 BACA JUGA:Tradisi Ziarah Kubur Jelang Ramadhan Berdo’a Seraya Mengingat Kematian

Nah, lokasi pemukiman masyarakat kuno, kata Aryo, tidak terlalu jauh dengan bilik batu di Dusun Tanjung Aro tadi. Ia menyebutkan, lokasi pemukiman masyarakat kuno di sini berada di sepanjang aliran Ayek Suban. Hal ini menurut Aryo, setelah tim menemukan ada pecahan tembikar di sepanjang aliran sungai ini. “Pecahan tembikar dan gerabah merupakan ciri khas kehidupan di pemukiman,” katanya.

Kuburan 

Di zaman megalit, juga disediakan kompleks pekuburan bagi orang-orang yang telah meninggal dunia. Aryo menyebutkan, komplek pekuburan juga tak terlalu jauh dari kompleks pemujaan.

Di Dusun Tanjung Aro, katanya, ada peninggalan yang menandakan sebuah kuburan dari masa lalu.

BACA JUGA:Benarkah Hanya Ada di Pagar Alam? Mengenal Gitar Kepudang dengan Sembilan Lipatan

Adanya kompleks ibadah, pemukiman dan kuburan itu menandakan merupakan bukti bahwa tata kehidupan di masa lalu sudah begitu tertata apik. Inilah sebabnya Aryo menilai, orang yang  hidup di masa megalit memiliki kecerdasan yang tinggi. “Membuat bilik batu itu butuh kecerdasan. Juga untuk membuat ukiran-ukiran dan gerabah,” katanya.

Hidup dari Bercocok Tanam

Keberadaan kompleks ibadah, pemukiman dan kuburan, kata Aryo Arungdinang-Pamong Budaya Disdikbud Pagaralam- menadakan bahwa masyarakat di zaman itu sudah tinggal secara permanen di Tanjung Aro.

“Untuk bertahan hidup, mereka bercocok tanam,” ucapnya. Aneka kebutuhan hidup ditanam di kawasan  yang sudah diolah. Hasilnya kemudian diambil untuk digunakan untuk keperluan sehari-hari.

Tanjung Aro sendiri di masa sekarang masih dikenal  sebagai salahsatu sentra pertanian di Pagaralam. Di kawasan ini banyak dijumpai sawah dan perkebunan. Bukan suatu kebetulan jika bilik batu yang  baru saja ditemukan juga berada di tengah sawah yang ditanami terong.

BACA JUGA:Bernilai Sejarah, Mengenal Pemimpin Kota Pagar Alam Pada Zaman Jajahan Belanda

“Kawasan ini kami namakan Ataghan Sepit. Dari dulu di sini sudah banyak terdapat batu,”kata seorang warga Dusun Tanjung Aro.

Sebelum hidup menetap, Aryo menambahkan, masyarakat di zaman megalit, hidup nomaden alias berpindah-pindah. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk bertahan hidup.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: