'Ngulangi Rasan dan Nueghi Rasan', Tradisi Melamar Suku Besemah Yang Tetap Bertahan
adat pernikahan-pidi-pagaralampos.com
PAGARALAMPOS.COM - Ketika hubungan bujang dan gadis sudah semakin serius, saatnya orangtua untuk tampil. Orangtua dari kedua belah pihak baik bujang akan ngulangi rasan.
Di zaman dulu-mungkin juga sekarang- ketika datang ke rumah orangtua pihak gadis, orangtua dari pihak bujang membawa kampek berisi lemang.
NGULANGI RASAN, sebagaimana dijelaskan di sebuah tulisan berjudul ‘Upacara Perkawinan Masyarakat Besemah’ bab III halaman 14’, merupakan proses lanjutan dari begareh, merekis, berayak dan nyemantung.
“Ngulangi rasan merupakan salahsatu tahapan menuju jenjang pernikahan,”ujar Mady Lani, pemerhati budaya besemah, saat dijumpai Pagaralam Pos beberapa waktu lalu.
BACA JUGA:5 Suku Asli Yang Ada di Provinsi Sumatera Selatan, Nomor 1 Merupakan Keturunan Majapahit
Mady adalah salahseorang dibalik tulisan yang sejatinya ditujukan untuk skripsi itu.
Hubungan bujang dan gadis yang sudah melewati berbagai tahapan itu biasanya sudah serius. Bujang dan gadis bermaksud untuk menuju jenjang yang lebih serius: pernikahan.
Ini kemudian disebut dengan rasan bujang dan gadis. Rasan bujang dan gadis itu, lalu disampaikan kepada orangtua masing-masing.
Nantinya rasan dan bujang dan gadis ini akan ditueghi (diambil alih) oleh orangtua kedua belah pihak.
BACA JUGA:Yuk Mengenal 5 Suku Asli yang Ada di Provinsi Sumatera Selatan, Salah Satunya Suku Pasemah
Jika rencana bujang dan gadis ini benar adanya maka, orangtua dari kedua pihak akan bertemu.
Inilah yang kemudian disebut ngulangi rasan yakni sebuah upaya dari orangtua pihak bujang atau perwakilan untuk menanyakan kebenaran rasan ke orangtua pihak gadis.
Istilah lain untuk menyebut proses ini adalah nampunkah kule.
Kampek Lemang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: