Rambut dan Gender dalam Budaya Bugis Ketika Gaya Rambut Menjadi Penanda Lima Gender
Rambut dan Gender dalam Budaya Bugis Ketika Gaya Rambut Menjadi Penanda Lima Gender--
Puncaknya adalah pada sosok bissu, gender kelima yang dianggap sebagai penjaga keseimbangan antara maskulin dan feminin, antara dunia nyata dan spiritual.
Rambut seorang bissu biasanya dibiarkan panjang dan terawat, menjadi simbol kekuatan spiritual sekaligus wibawa sosial.
Dalam upacara adat seperti mappalili atau ma'giri, tampilan rambut para bissu menjadi bagian penting dari ritus sakral.
Mereka bukan sekadar penampil, tapi penghubung antara alam manusia dan kekuatan ilahi—dan rambut mereka adalah salah satu alatnya.
BACA JUGA:Gaya Rambut Keriting Besar di Amerika Latin Warisan Afrika yang Dirayakan Lewat volume
Dalam konteks ini, rambut bukan hanya urusan estetika atau gaya.
Ia menjadi ruang negosiasi identitas, jati diri, bahkan status sosial dan kepercayaan.
Budaya Bugis mengajarkan bahwa tubuh, termasuk rambut, adalah teks yang bisa dibaca untuk memahami keragaman manusia.
Di tengah perdebatan modern soal gender, masyarakat Bugis telah lebih dulu menawarkan narasi inklusif lewat simbol sederhana namun bermakna rambut.
BACA JUGA:Gaya Rambut Runcing Afrika Barat Seni dari Kepala yang Menyimpan Sejarah Perlawanan
Sayangnya, arus modernisasi dan tekanan budaya luar mulai mengikis pemahaman ini.
Generasi muda Bugis kini lebih banyak mengenal potongan rambut dari media sosial ketimbang dari kearifan lokal yang telah diwariskan turun-temurun.
Padahal, pemahaman tentang rambut sebagai identitas gender bisa menjadi bekal penting untuk menumbuhkan toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan sejak dini.
Rambut seharusnya tak hanya jadi gaya, tapi juga nilai.
BACA JUGA:Gaya Rambut Gimbal Suku Rastafari Bukan Sekadar Fashion, tapi Filosofi Hidup
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
