Portugis memperkenalkan agama Katolik dan budaya Barat kepada penduduk setempat.
Namun, ketika Belanda mengambil alih kekuasaan pada awal abad ke-17, banyak masyarakat Ambon yang kemudian memeluk agama Kristen Protestan melalui misi Gereja Reformasi Belanda.
Meskipun demikian, sebagian masyarakat Ambon juga tetap memegang teguh ajaran Islam, yang telah masuk lebih dahulu melalui pedagang Arab dan Ternate.
Kehidupan masyarakat Ambon pun diwarnai oleh kerukunan antara dua agama besar ini.
BACA JUGA:Ketahui 5 Manfaat Buah Manggis untuk Kesehatan: Si Ratu Buah yang Kaya Antioksidan!
Dalam berbagai acara adat dan sosial, masyarakat Ambon memperlihatkan semangat “pela gandong” — sebuah ikatan persaudaraan lintas agama dan suku yang menjadi simbol solidaritas dan perdamaian.
Sistem Sosial dan Adat Istiadat
Suku Ambon memiliki sistem sosial yang kuat, di mana nilai kekeluargaan menjadi landasan utama. Tradisi “pela” dan “gandong” adalah dua konsep adat penting yang mengatur hubungan antar-negeri (desa adat).
“Pela” merupakan perjanjian persaudaraan antar-kampung yang berbeda agama atau asal, sedangkan “gandong” berarti hubungan darah atau kekerabatan yang berasal dari nenek moyang yang sama.
BACA JUGA:Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu: Saksi Bisu Perjuangan dan Cinta Sang Proklamator!
Kedua konsep ini menjaga keharmonisan sosial di tengah keragaman masyarakat Ambon.
Selain itu, masyarakat Ambon juga memiliki tradisi musik dan tari yang khas. Musik tradisional seperti totobuang, tifa, dan tahuri menjadi bagian penting dalam setiap upacara adat.
Lagu-lagu Ambon terkenal karena melodinya yang indah dan penuh emosi, mencerminkan kehangatan serta semangat hidup orang Ambon. Tak heran, banyak penyanyi terkenal Indonesia yang berasal dari tanah Ambon.
Bahasa dan Kehidupan Modern
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Benteng Kuto Lamo: Jejak Kejayaan Kesultanan Palembang!
Bahasa yang digunakan oleh Suku Ambon adalah Bahasa Melayu Ambon, yang berkembang dari Bahasa Melayu pasar pada masa kolonial.