Pada Perang Dunia II, Manila kembali mengalami masa sulit. Tahun 1942, Jepang menduduki kota ini dan menggunakannya sebagai pusat operasi militer.
Puncaknya terjadi pada Pertempuran Manila tahun 1945, ketika pasukan Sekutu dan Jepang bertempur hebat.
Pertempuran ini menghancurkan sebagian besar kota, menyebabkan korban jiwa yang sangat besar, dan meninggalkan luka sejarah yang dalam bagi bangsa Filipina.
BACA JUGA:Sejarah Suku Sabu, Asal-Usul Kepercayaan Tradisional Bahasa dan Warisan Budaya Masyarakat!
Era Kemerdekaan dan Modernisasi
Setelah Filipina meraih kemerdekaan pada tahun 1946, Manila ditetapkan sebagai ibu kota negara.
Kota ini kemudian dibangun kembali dari reruntuhan perang dan perlahan berkembang menjadi pusat politik, ekonomi, dan budaya Filipina.
Kini, Manila berdiri sebagai metropolitan modern dengan jutaan penduduk, gedung pencakar langit, pusat perbelanjaan besar, universitas ternama, hingga bandara internasional.
Meski begitu, jejak sejarah masih terasa kuat. Intramuros, Rizal Park, Gereja San Agustin, serta Museum Nasional Filipina menjadi saksi perjalanan panjang kota ini.
BACA JUGA:Yuk Kenalan Lagi dengan Membatik, Tradisi Panjang yang Sarat Nilai Lebih dari Sekadar Seni
Makna Historis Manila
Sejarah Manila mencerminkan perjalanan bangsa Filipina dalam menghadapi penjajahan, peperangan, serta proses panjang menuju kemerdekaan.
Dari kerajaan lokal hingga kolonialisme Spanyol, dari pengaruh Amerika hingga pendudukan Jepang, semuanya meninggalkan jejak mendalam dalam identitas kota.
Hari ini, Manila tidak hanya dikenal sebagai pusat administrasi, tetapi juga sebagai kota yang menyimpan memori kolektif rakyat Filipina.
Dengan keanekaragaman budaya, tradisi, dan peninggalan sejarahnya, Manila menjadi cermin nyata tentang bagaimana sebuah kota dapat bertahan dan berkembang di tengah berbagai tantangan zaman.