BACA JUGA:Memahami Sejarah Gunung Malabar: Jejak Alam dan Warisan Kolonial di Tanah Priangan!
Ruang Spiritualitas dan Budaya
Bagi masyarakat adat yang mendiami sekitar bukit, Bukit Ketapang memiliki nilai spiritual tinggi. Di tempat ini kerap digelar upacara adat seperti ritual panen atau penghormatan terhadap leluhur. Bukit dipercaya sebagai penghubung antara dunia manusia dan alam semesta.
Pada waktu-waktu tertentu, terutama menjelang panen raya, warga berkumpul untuk mengikuti prosesi sakral yang dipimpin oleh tokoh adat, sebagai wujud rasa syukur dan mempererat solidaritas sosial.
Transformasi di Era Kontemporer
Seiring meningkatnya kesadaran akan potensi pariwisata dan konservasi lingkungan, kawasan Bukit Ketapang mulai dikembangkan menjadi destinasi ekowisata.
Pemerintah dan masyarakat setempat bersama-sama menjalankan program reboisasi dengan menanam kembali pohon Ketapang untuk menjaga keasrian lingkungan.
BACA JUGA:Tempat Semayam Para Dewa? Ini Alasan Gunung Sumbing Dianggap Tempat Suci dan Sakral
BACA JUGA:Menyikapi Sejarah Gunung Binaiya: Jejak Alam dan Budaya di Tanah Seram!
Namun, tantangan tak bisa dihindari. Ancaman urbanisasi, alih fungsi lahan, dan deforestasi sempat menurunkan kualitas ekosistem.
Beruntung, peran aktif komunitas lokal pecinta alam dan pelestari budaya berhasil membantu menjaga kawasan ini agar tetap lestari dan berdaya guna.
Warisan Keteguhan dan Harapan
Bukit Ketapang mencerminkan semangat juang masyarakatnya yang mampu bertahan melewati masa-masa sulit.
Semangat kolektif dan warisan kebudayaan diwariskan dari generasi ke generasi.
Suara angin dan rimbunnya daun Ketapang menjadi pengingat akan pentingnya menjaga kelestarian sejarah dan lingkungan, bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk masa depan.
Melestarikan Bukit Ketapang berarti menjaga warisan leluhur, merawat alam, dan membangun koneksi antargenerasi yang tak lekang oleh waktu.