Gedung Harmonie Kota Pasuruan: Jejak Sejarah Kolonial yang Terlupakan!

Rabu 04-06-2025,23:11 WIB
Reporter : Lia
Editor : Almi

Dalam berbagai arsip kolonial, disebutkan bahwa Gedung Harmonie menjadi tempat berlangsungnya pesta-pesta meriah, lengkap dengan musik orkestra dan jamuan ala Eropa.

Namun, seperti banyak bangunan sejenisnya, gedung ini juga menjadi simbol eksklusivitas.

Masyarakat pribumi, kecuali yang berstatus bangsawan atau bekerja untuk pemerintahan kolonial, umumnya tidak memiliki akses untuk masuk.

BACA JUGA:Menaklukkan Puncak Kemegahan Gunung Sago di Sumatera Barat

Ini mencerminkan sistem sosial saat itu yang kaku dan sarat diskriminasi.

Peran dalam Perubahan Zaman

Seiring melemahnya kekuasaan Belanda di Hindia Timur, fungsi Gedung Harmonie pun mulai bergeser.

Memasuki masa pendudukan Jepang (1942–1945), gedung ini sempat diambil alih dan difungsikan sebagai tempat pertemuan militer.

Setelah kemerdekaan Indonesia, bangunan ini sempat menjadi kantor berbagai instansi pemerintah daerah.

Meskipun fungsi dan penghuninya berubah, karakter fisik bangunan ini tetap terjaga.

Itulah sebabnya banyak sejarawan dan pemerhati budaya yang menganggap Gedung Harmonie sebagai salah satu bangunan kolonial paling utuh di Pasuruan.

BACA JUGA:Sejarah Suku Caniago: Pilar Demokrasi dan Kearifan Lokal dalam Masyarakat Minangkabau!

Sayangnya, seiring waktu, perhatian terhadap bangunan ini mulai menurun.

Kondisi dan Upaya Pelestarian

Pada era 2000-an, kondisi Gedung Harmonie sempat memprihatinkan. Dinding yang mulai retak, atap yang bocor, dan bagian interior yang rapuh menjadi ancaman nyata bagi kelestariannya.

Beberapa bagian gedung bahkan mulai rusak karena minimnya perawatan. Ini memicu keprihatinan dari kalangan budayawan, sejarawan lokal, dan masyarakat yang peduli terhadap warisan sejarah.

Kategori :