PAGARALAMPOS.COM - Kesultanan Aceh, yang pernah menjadi salah satu kerajaan besar di Nusantara, tidak hanya dikenal karena kekuatan militernya tetapi juga karena kebudayaan dan nuansa mistis yang menyertainya.
Dalam catatan sejarah, praktik ilmu hitam sering dikaitkan dengan Kesultanan Aceh, dipercaya sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan tertentu, baik dalam aspek kesehatan, kekayaan, maupun kekuasaan.
Pengaruh Islam dan Kepercayaan Lokal
Kesultanan Aceh, yang berpusat di wilayah pesisir utara Sumatera, secara resmi mengadopsi Islam sejak abad ke-16.
BACA JUGA:Jejak Sejarah di Medan: 4 Bangunan Bersejarah yang Menceritakan Kisah Kota
BACA JUGA:Mengungkap 4 Bangunan Bersejarah di Pusat Kota Medan yang Wajib Dikunjungi
Namun, sebelum masuknya Islam, masyarakat Aceh telah lama dipengaruhi oleh tradisi animisme, Hindu, dan Buddha.
Kepercayaan lokal ini tetap bertahan, bahkan setelah ajaran Islam mulai mendominasi.
Ilmu hitam atau praktik supranatural di Aceh sering kali berasal dari perpaduan tradisi lama dengan kepercayaan baru.
Berbagai istilah lokal, seperti peurimet (pengobatan berbasis gaib), ulebal (mantra untuk mempengaruhi seseorang), dan tuha (orang yang menguasai ilmu gaib), menunjukkan betapa besar pengaruh ilmu ini dalam kehidupan masyarakat pada masa itu.
BACA JUGA:Sejarah Jejak Gunung Puntang dan Misteri yang Menyelimutinya
BACA JUGA:Tragedi Titanic: Kisah Pilu yang Terukir Abadi dalam Sejarah Perjalanan Laut
Ilmu Hitam dan Kekuasaan Politik
Pada era Kesultanan Aceh, ilmu hitam memiliki peran strategis dalam dunia politik dan perebutan kekuasaan.
Para pemimpin, termasuk sultan, kerap menggunakan jasa dukun atau ahli supranatural untuk menjaga kestabilan kerajaan atau menyingkirkan lawan politik.