Masa Kolonial dan Kemunduran
Setelah berhasil mengusir Portugis, Kesultanan Ternate menghadapi ancaman baru dari Belanda, yang tiba di Maluku pada akhir abad ke-16.
Pada awalnya, hubungan antara Ternate dan Belanda berjalan baik, karena keduanya memiliki kepentingan yang sama dalam melawan Portugis dan Spanyol. Namun, semakin kuatnya kehadiran Belanda membuat Ternate kehilangan kendali atas perdagangan cengkeh.
Pada abad ke-17, Kesultanan Ternate mengalami kemunduran akibat tekanan dari Belanda melalui kebijakan monopoli rempah-rempah yang diterapkan oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).
Belanda memaksa penguasa lokal untuk menandatangani perjanjian yang sangat menguntungkan VOC, membatasi kebebasan politik dan ekonomi Kesultanan Ternate.
BACA JUGA:Mengenal Sejarah Masjid Agung Palembang: Tempat Ibadah yang Bersejarah
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Benteng Tobo Ali, Simbol Kekuatan dan Perlawanan Lokal
Kesultanan Ternate di Era Modern
Meski pengaruh politik dan ekonominya menurun akibat kolonialisasi, Kesultanan Ternate tetap bertahan hingga era modern. Kesultanan ini masih memiliki makna budaya dan simbolik yang kuat bagi masyarakat Ternate dan Maluku Utara. Hingga kini, gelar sultan masih ada, meskipun peranannya lebih bersifat seremonial.
Kesultanan Ternate dikenal tidak hanya karena kekuatannya dalam perdagangan dan maritim, tetapi juga karena perannya yang penting dalam penyebaran Islam di Indonesia Timur.
Sejarah Kesultanan Ternate adalah cerminan kejayaan peradaban maritim Nusantara yang memiliki pengaruh besar di kancah internasional selama berabad-abad.