Organisasi ini berkantor di Sumatra Utara dan Rantau Panjang, berperan penting dalam pengembangan industri perkebunan di wilayah tersebut.
BACA JUGA:Silsilah Keluarga Mahabharata, Mengungkap Asal Usul Pandawa dan Kurawa
Kelapa Sawit sebagai Komoditas Ekspor
Pada tahun 1919, kelapa sawit mulai diekspor dari perkebunan di pesisir Timur Sumatra.
Meskipun produksi sempat menurun selama Perang Dunia Pertama, industri kelapa sawit kembali bergairah pada tahun 1921.
Pada tahun 1924, luas area perkebunan kelapa sawit meningkat dari 414 hektare menjadi 18.801 hektare.
BACA JUGA:Batu Ajaib dari Langit? Mengupas Kisah Penemuan Meteorit Maryborough yang Menggemparkan!
Pada tahun 1925, luas lahan kelapa sawit mencapai 31.600 hektare, dan produksi di wilayah Aceh Timur mencapai 2.627 ton.
Tidak hanya kelapa sawit, beberapa perkebunan juga menanam karet, mendorong munculnya perkebunan rakyat di sekitarnya. Keberhasilan industri perkebunan kelapa sawit ini menjadikan Sumatra sebagai pusat produksi kelapa sawit yang menjanjikan.
Era Pasca Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, perhatian pemerintah terhadap perkebunan kelapa sawit belum sepenuhnya optimal. Banyak perkebunan masih dikelola oleh perusahaan Hindia Belanda.
BACA JUGA:Berkedok Demi Kesejahteraan Rakyat! Inilah Ritual Menyimpang Raja Kertanegara
Namun, pada tahun 1957, KASAD Mayor Jenderal A.H. Nasution, selaku penguasa perang pusat, mengeluarkan surat perintah untuk mengambil alih perusahaan asing di bawah kontrol militer.