“Tidak ada jejak kaki di sini,” ucap Marwal.
“Setidaknya kita bisa bertanya pada orang yang ada di sekitar sini,” tukasku. Perjalanan pun berlanjut.
BACA JUGA:Mengulik Misteri Evolusi dan Sejarah Danau Kakaban
Di bawah bukit kecil dengan banyak pohon kelapa di depannya, terlihat ada sebuah gubuk reyot berdinding anyaman bambu. Ke gubuk itulah langkah kami menuju.
Tepat sekali keputusan kami. Sebentar setelah kami sampai di emperan gubuk, turunlah gerimis.
Udara pun kian dingin. Dari arah belakang gubuk muncul asap, rupanya itulah sumber bau sangit tadi.
Kriting mengetuk pintu dari papan berlubang di sana-sini itu setelah mendengar suara batuk berderai dari dalam gubuk.
BACA JUGA:Mengenal Sejarah dan Misteri yang Menyelimuti Candi Arjuna
Ada seorang lelaki renta tengah terkulai di amben yang kuintip melalui celah anyaman bambu.
Tanpa banyak perhitungan kami segera membuka pintu.
Menguarlah bau pesing bersaing dengan bau apek dari sudut-sudut ruangan.
Tergolek tak berdaya seorang lelaki tua dengan tubuh kurus keringnya.
BACA JUGA:Mengungkap Kisah Mistis dan Misteri yang Mneyelimuti Gunung Salak
Hatiku trenyuh dan penuh tanda tanya. Pikiranku pun bergidik ngeri. Pelan kami melangkah mendekatinya.
“Aku bersama anakku di sini. Dia sedang bekerja sebagai tukang tambal ban dan menjual kopi di kampung sebelah. Biasanya sore dia pulang untuk merawatku,” ucapnya lirih dan terbata-bata ketika menjawab pertanyaanku.
“Sudah berapa lama Bapak sakit begini? Dan kenapa bertempat tinggal di sini?” Kriting menghujani orang tua itu dengan pertanyaan.