BACA JUGA:Rahasia Kebesaran Kerajaan Demak, Sebuah Dinasti Penyebar Islam di Tanah Jawa!
Dampak Paralel ke-38
Di akhir perang, masyarakat Korea bersatu dalam kegembiraan dan harapan bahwa mereka akan menjadi negara yang merdeka.
Pembentukan perpecahan—yang dilakukan tanpa masukan, apalagi persetujuan mereka—akhirnya memupus harapan tersebut.
Selain itu, lokasi Paralel ke-38 berada di tempat yang buruk sehingga melumpuhkan perekonomian kedua belah pihak.
Sebagian besar sumber daya industri berat dan listrik terkonsentrasi di utara jalur tersebut.
BACA JUGA:Korvet Korea Selatan Karam Akibat Ditabrak Torpedo Korea Utara
Dan sebagian besar sumber daya industri ringan dan pertanian berada di selatan. Baik Utara maupun Selatan harus pulih, namun mereka akan melakukannya dalam struktur politik yang berbeda.
Pada akhir Perang Dunia II, Amerika Serikat menunjuk pemimpin anti-komunis Syngman Rhee untuk memerintah Korea Selatan.
Korea Selatan mendeklarasikan dirinya sebagai sebuah negara pada bulan Mei 1948. Rhee secara resmi dilantik sebagai presiden pertama pada bulan Agustus.
Ia segera mulai melancarkan perang tingkat rendah melawan komunis dan kelompok sayap kiri lainnya di selatan Paralel ke-38.
BACA JUGA:Inilah Penguasa Lautan Abad 14, Kapal Jung Majapahit yang Disegani Kapal Perang Dinasti China
Sementara itu, di Korea Utara, Uni Soviet menunjuk Kim Il-sung sebagai pemimpin baru di zona pendudukan mereka.
Ia pernah bertugas sebagai mayor di Tentara Merah Soviet selama perang. Ia resmi menjabat pada 9 September 1948.
Kim mulai meredam oposisi politik, khususnya dari kaum kapitalis, dan juga mulai membangun kultus terhadap kepribadiannya.
Pada tahun 1949, patung Kim Il-sung bermunculan di seluruh Korea Utara. Sang pemimpin baru itu menjuluki dirinya sebagai "Pemimpin Besar".