PAGARALAMPOS.COM - Bicara tentang Danau Toba tidak selalu tentang pesona bentang alamnya yang indah untuk dilihat dan diabadikan dalam gambar.
Peristiwa geologis kolosal pernah terjadi di sini pada jutaan tahun silam, menyisakan fitur unik yang memiliki cerita sejarah dan budaya suku Batak Toba.
Tibalah saya di Bakkara, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara. Di sinilah tempat yang sangat kuat secara historis dan kebudayaan bagi masyarakat Batak Toba.
Wisatawan juga dapat melihat langsung ihan batak (Tor putitora), ikan endemik Danau Toba yang kini terancam.
BACA JUGA:6 Objek Wisata Danau Toba Yang Direkomendasikan Wajib Dikunjungi
Banyak warga yang mengungkapkan bahwa ihan batak sudah sulit dicari di Danau Toba karena keberadaan spesies ikan invasif.
Jika Anda berkunjung ke Bakkara, mungkin punya kesempatan berjumpa dengan ihan batak. Meski bukan di danau, ihan batak berenang bebas di Aek Sitiotio, tempat mata air yang keluar dari perut bumi dan sangat jernih.
Foto : Rumah adat Bolon peninggalan raja ditansh batak.-Kampung Tua Bakkara, Jejak Sejarah Dinasti Sisingamangaraja di Tanah Batak Toba-Google.com
Situs mata air ini terbilang unik karena airnya keluar tanpa dapat diketahui di mana titik kemunculannya. Para ahli memperkirakan, Aek Sitiotio terbentuk karena adanya perpotongan litogi antara akuifer tufa toba dan bebatuan dasar di dalamnya.
Masih lestarinya ihan batak di tempat yang ajaib ini sangat penting bagi masyarakat Batak. Pasalnya, ikan ini punya peranan penting bagi ritual sakral, dan menjadi suguhan untuk raja-raja Bata.
BACA JUGA: Ghumah Baghi, Eksplorasi Keunikan Rumah Adat Besemah di Sumatera Selatan
Serta persembahan kepada Tuhan. Hari ini, masyarakat Batak di sekitar Danau Toba berupaya untuk melestarikannya dari ancaman kepunahan.
Pada masa lampau, Bakkara merupakan kawasan penting bagi masyarakat Batak. Di sinilah Dinasti Sisingamangaraja memusatkan kekuasaannya sebagai pemimpin selama 12 generasi.
Jejak kerajaan pedalaman Sumatra Utara itu masih tampak megah berdiri dengan berbagai ornamen dan artefak yang dapat dikunjungi wisatawan.
Sayangnya, hanya beberapa yang asli sebab pernah dibakar pada 1878 dalam kampanye penaklukan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Saat itu, masyarakat Batak yang dipimpin Sisingamangaraja XII yang menolak tunduk berjuang melawan penajahan.