BACA JUGA:Penemuan Arkeologis di Inner Mongolia, Cangkang Naga yang Mengungkap Sejarah Budaya Hongshan
BACA JUGA:Desa Bejijong, Tempat Bersejarah yang Membawa Kembali Kehidupan dan Kebesaran Majapahit
Di Yordania misalnya, masih dilarang menggali kuburan Islam dengan sengaja, namun jika hal itu terjadi secara tidak sengaja maka arkeolog diperbolehkan mempelajari apa yang telah mereka gali.
Hal ini pernah terjadi pada Peter Akkermans, seorang profesor Arkeologi Timur Dekat di University of Leiden di Belanda. "Itu terjadi. Tidak ada yang bisa memprediksinya," katanya.
"Anda diperbolehkan untuk mempelajarinya, namun Anda harus menguburnya kembali, biasanya dalam beberapa bulan," jelas Akkermans.
Sayangnya, periode penelitian yang relatif singkat ini berarti jumlah informasi yang dapat diambil Akkerman dari tulang yang digali secara tidak sengaja sangatlah terbatas.
BACA JUGA:Sejarah Bajak Laut di Kekaisaran Tiongkok, Berlayar Bersama Armada 80.000 Perompak
BACA JUGA:Firaun Punya Lima Nama Berbeda, Begini Sejarah Mesir Kuno
"Anda dapat mempelajari usia, jenis kelamin, dan penyakit, tetapi ini bukanlah penyelidikan yang terstruktur," sebutnya.
Dengan tidak adanya penelitian yang dirancang khusus untuk mempelajari pemakaman Islam, para arkeolog beralih ke teknik lain untuk mengisi kesenjangan pengetahuan.
Misalnya, Almahari melihat benda-benda lain di sekitar kuburan, benda-benda yang dapat dia peroleh informasinya.
Dalam salah satu contohnya, ia menggambarkan bagaimana sekelompok arkeolog di Bahrain menemukan potongan tanah liat saat melakukan penggalian di sebuah situs Islam.
Tanah liat yang mereka temukan merupakan sisa-sisa turbah, sebuah perangkat yang sering digunakan dalam sembahyang. "Ini hanya digunakan oleh Muslim Syiah.
BACA JUGA:Firaun Punya Lima Nama Berbeda, Begini Sejarah Mesir Kuno
Jadi menurut kami ini digunakan oleh orang-orang yang datang dari Irak," kata Almahari.