PAGARALAMPOS.COM - Sejarah kerajaan indonesia, telah banyak kisah pasang surut yang mendominasi berbagai daerah di nusantara, sangatlah mengagumkan untuk dibahas.
Dari kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Padjajaran dan masih banyak kisah kerajaan kuno yang telah tercatat dalam sejarah di indonesia.
salah satunya Kisah yang melegenda adalah Runtuhnya kekuasaan Demak akibat perebutan kekuasaan, membuat Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto, meneruskan pemerintahan Demak di Kalinyamat, Jepara.
BACA JUGA:Pulau Dewata Bali, Ternyata Ini 12 Pesona Dan Hal Unik Yang Membuatnya Terkenal!
Pada akhir 1512 dan awal 1513 Dipati Unus (disebut juga Patih Unus atau Pati Unus) menyerbu Malaka.
Ada 100 kapal yang dibawa ke Malaka. , Kapal Dipati Unus yang memimpin perang ini, berat 500 ton yang Kapalnya berlapis baja.
akan tetapi, penyerbuan ini gagal. Dipati Unus dengan susah payah bisa menyelamatkan diri.
“Kapalnya dipajang di pantai Japara, sebagai kebanggaan dirinya karena telah berperang melawan ‘orang paling berani di dunia’, meskipun ia kalah dalam pertempuran tersebut,” tulis De Locomotief.
Demak lantas dikenal sebagai kerajaan yang memiliki tradisi penaklukan dengan tujuan mengislamkan Jawa. Upaya Dipati Unus anak menantu Raden Patah yang diberi kekuasaan di Jepara mengadang Portugis di Malaka agar tidak masuk ke Jawa adalah upaya besar yang mengawali rencana pengislaman Jawa itu.
Penyerangan Dipati Unus ke Malaka tu membuat dirinya menggantikan Raden Patah memerintah Demak pada 1518. Namun ia hanya memerintah selama tiga tahun karena pada 1521 meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya.
Ternggono, adik ipar Dipati Unus, menggantikannya. Trenggono melakukan berbagai penaklukan berbagai negeri di Jawa, hingga pada 1546. Ia meninggal saat melakukan penaklukan di Panarukan di ujung timur Pulau Jawa
Anak Trenggono, Prawoto, menggantikannya. Prawoto juga memiliki ambisi mengislamkan seluruh Jawa.
BACA JUGA:Papua Barat Menjadi Destinasi Wisata Nasional? Ternyata Ini 11 Alasannya!
“Raja berkata, bila usaha ini berhasil, ia akan menjadi segundo turco, maksudnya: menjadi sultan Turki yang kedua, setaraf dengan Suleiman I, Sang Pencinta Kemewahan (1520-1566),” tulis De Graaf dan Pigeaud, mengutip surat Manuel Pinto yang dikirimkan ke uskup besar di Goa, Sulawesi.